Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Orang tua bahkan menjadikan gawai sebagai cara untuk menjaga anak-anaknya agar tidak rewel.
Rata-rata durasi pemakaian gawai itu sendiri bisa mencapai 7 hingga 8 jam per hari.
Meskipun sekilas bisa menghibur mereka, tetapi dampak jangka panjang gadget pada anak bisa berbahaya.
Anak bisa mengalami gangguan tidur, kemampuan motorik yang terhambat, bahkan bisa memicu obesitas dini.
Masalah screen time mesti disikapi oleh pembatasan pemberian gawai pada anak.
Orang tua tidak bisa sekadar melarang anak, melainkan harus mengajaknya untuk bermain dan bersenang-senang tanpa gawai.
Misalnya, lewat aktivitas di luar rumah seperti berolahraga atau berjalan-jalan di ruang terbuka.
Di samping itu, olahraga dan berjalan-jalan di ruang terbuka juga memiliki banyak manfaat positif untuk mengembangkan kemampuan motorik anak, mengasah kepekaan emosional, serta meningkatkan kedekatan dengan orang tua serta lingkungan.
Poin terakhir berikut ini penting untuk diingat, Kawan Puan.
Baca Juga: Hari Remaja Internasional, Ini Jenis Masalah Kesehatan Mental yang Kerap Terjadi pada Remaja
4. Orangtua lupa bahwa anak seringkali juga merasakan berbagai masalah mental yang dialami oleh orang tuanya.
Artinya, untuk bisa membuat anak terhindar dari gangguan kesehatan mental, para orang tua pun harus mampu mengatasi problem psikologis yang terjadi pada dirinya.
Jika orang tua mengalami stres atau depresi akibat masalah pekerjaan, misalnya, secara tidak disadari anak-anak bisa tertular kondisi tersebut meski orang tua sudah berusaha menutup-nutupi.
Dengan demikian, orang tua juga harus pintar-pintar mencari waktu menenangkan diri supaya lebih sehat secara mental saat berhadapan dengan anak.
Lebih jauh lagi, jangan sampai anak menjadi tempat pelampiasan stres yang dialami oleh orang tua.
Hal yang sering menyulitkan orang tua mengenali gangguan kesehatan mental pada anak, adalah kenyataan bahwa anak seringkali belum mampu mengekspresikan perasaannya dengan baik.
Saat melihat anak murung, sedih, dan bahkan marah, orang tua kerap menganggapnya sebagai gejolak emosi biasa dan bukan bibit dari masalah mental berkepanjangan.
Saatnya orang tua mengubah cara pandang seperti itu dan lebih hati-hati lagi dalam menerapkan pola asuh pada anak.
Bisa jadi pola asuh pada anak yang kelihatannya berhasil pada mulanya, akan menjadi masalah mental serius di kemudian hari.
Sebagai orang tua, tentu kita tak menginginkan hal itu, kan? (*)