Pertunjukan musik dan seni itu harus mempromosikan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan serta pemberdayaan.
Dari lebih dari 30 pendaftar, lima penampil dari universitas di Jakarta, Jayapura, Mataram, dan Surabaya terpilih.
Mereka menampilkan musik, puisi, tarian, dan pertunjukan teater, serta menunjukkan keterampilan artistik sambil berkampanye untuk perubahan sosial.
“Musik dan seni adalah media yang kuat, dan pesan mereka untuk memberantas kekerasan sangat berdampak,” kata Danila Riyadi.
PBB di Indonesia terus membangun kemitraan yang kuat dengan lembaga pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan influencer untuk mempromosikan nol toleransi terhadap kekerasan terhadap perempuan.
Partisipasi Ayu Saraswati, UNFPA Champion, menekankan upaya advokasi berkelanjutan yang diperlukan untuk tujuan ini.
“Kita harus mengakhiri budaya permisif yang menormalisasi kekerasan terhadap perempuan," tegasnya.
"Setiap dari kita memainkan peran penting dalam mengeliminasi kekerasan terhadap perempuan. Kita harus terus mendorong perubahan di semua tingkatan,” lanjutnya.
Konselor Kerja Sama & Kebudayaan Kedutaan Besar Prancis/Direktur IFI, Jules Irrmann menyorot kolaborasi kolektif untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan.
"Ini adalah prioritas bagi Prancis, ini adalah masalah dunia, ini adalah perjuangan kita. Kita harus bertindak bersama: katakan tidak pada segala bentuk kekerasan, stop normalisasi kekerasan, dan pecahkan keheningan. Kita harus bersuara dan mendukung korban."
Baca Juga: Menilik Pasal-Pasal Kontroversial KUHP terhadap Kebebasan Perempuan
(*)