Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Pasangan Capres-Cawapres Paling Pro Perempuan
Capres dan cawapres sudah mulai wara-wiri sejak akhir November silam dalam mengumandangkan program kerja dan visi-misinya.
Namun tak satupun yang spesifik mengkhususkan isu-isu perempuan sebagai prioritas kerjanya.
Mereka tampaknya lebih sibuk dengan gimmick politik yang menganjurkan semua masalah sosial diselesaikan dengan joget gemoy atau meminta saran dari komedian agar bisa berpidato dengan cara yang lebih ngebanyol.
Debat perdana capres pun masih tampak belum menunjukkan komitmen tentang implementasi pelanggaran hukum yang terjadi pada perempuan.
Satu dua kasus mengenai kekerasan terhadap perempuan, femicide, serta penyebutan perempuan sebagai salah satu kelompok rentan kelihatan lebih sekedar komoditas konten yang kurang bermakna ketimbang penjabaran yang eksploratif.
Mencuplik dari berita Tirto.id, tiga pasangan capres-cawapres telah membagikan sedikit gambaran mengenai komitmen mereka terhadap kepentingan perempuan apabila terpilih memimpin negeri ini kelak.
Dari cuplikan visi-misi terkait isu-isu perempuan, pasangan Ganjar-Mahfud lebih terperinci dalam penjabaran implementasi untuk meningkatkan kesetaraan gender.
Bahkan Ganjar-Mahfud memberikan afirmasi khusus pada perempuan agar bisa mendapatkan akses setara dengan laki-laki di bidang wirausaha, pendidikan, teknologi, dan kesehatan.
Adapun pasangan Anies-Muhaimin menginginkan agar perempuan memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya, serta meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik luar negeri nasional.
Pasangan ini pun ingin merekrut lebih banyak perwira tinggi TNI dan polisi perempuan serta menaikkan kuota penerimaan perempuan sebagai perwira TNI dan Polri.
Sedangkan pasangan Prabowo-Gibran tidak menjabarkan indikator pencapaian terhadap bentuk kesetaraan gender yang mereka gaungkan.
Masih sebatas slogan inisiatif untuk mendorong kebijakan agar melindungi kaum perempuan dan menjamin partisipasi perempuan dalam beragam bidang.
Tiga pasangan capres-cawapres ini tak secara komprehensif menggunakan analisis gender untuk menciptakan kebijakan publik yang pro perempuan. Oleh karena itu pembahasan tersendiri mengenai isu-isu perempuan semakin urgent.
Sebab satupun pasangan capres-cawapres dipastikan tak memiliki perspektif feminisme dan telah terbiasa menikmati privilase supremasi maskulinitas.
Jangan sampai lupa pula bahwa salah satu cawapres pernah bercanda dengan mengolok-olok istri bagaikan virus Corona yang tak bisa ditaklukkan. Seolah-olah narasi rumah tangga dibangun berdasarkan penaklukkan suami terhadap istrinya.
The Executive Summary
Singkat kata, lagi-lagi Pemilu 2024 masih belum mengakomodasi kepentingan perempuan dan mengedepankan kebutuhan perempuan.
Baca Juga: Capres Cawapres Pemilu 2024 Laki-Laki, Begini Tips Memilih Pemimpin Ramah Perempuan
Sebagaimana layaknya pemilu patriarkis lainnya, kepentingan perempuan dalam narasi politik dianggap tidak penting.
Meminjam istilah Simone de Beauvoir, perempuan hanyalah masyarakat kelas dua.
Politik yang patriarkis tidak akan pernah berubah jika perempuan tidak memilih perwakilan politik yang memihak pada kepentingan-kepentingan mereka. Namun gerakan itu harus dimulai.
Pilih partai politik yang maksimal memenuhi representasi perempuan dan memenuhi kuota minimal 30% perempuan.
Pilih politisi yang tidak merendahkan perempuan.
Pilih pasangan capres-cawapres yang jelas pro-perempuan! (*)