Beban tersebut yaitu perempuan diharuskan untuk bisa mengurus rumah tangga dan mengasuh anak, tetapi sangat kurang dukungan akan keadaan si ibu bekerja ini.
Bahkan, perempuan lebih mungkin untuk berhenti dari pekerjaannya setelah mereka menikah dan memiliki anak.
Ironisnya lagi, Korea Selatan mempunyai kesenjangan upah berdasarkan gender yang terbesar di antara negara-negara kaya, dimana perempuan mempunyai penghasilan 31 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki, seperti melansir The Cut.
Dan perempuan masih menghadapi diskriminasi yang luas di pasar tenaga kerja, sesuatu yang diakui oleh gerakan 4B ini.
Penyulut lainnya akan masalah ini yaitu melonjaknya biaya rumah tangga, pendidikan, dan kebutuhan ekonomi lainnya.
Jadi, tak hanya menyuarakan permasalahan kesetaraan gender, gerakan 4B ini juga menyuarakan isu sosial.
Akar gerakan feminis lainnya yaitu juga dipicu oleh banyaknya diskriminasi yang terjadi kepada perempuan, salah satunya yaitu pelecehan seksual.
Melansir dari The Guardian, perempuan Korea Selatan terus menghadapi seksisme sehari-hari, termasuk kejahatan seks digital yang meluas.
Sekitar 80 persen penyintas kejahatan spy cam adalah perempuan, 98 persen pelakunya adalah laki-laki.
Dengan berbagai ketidakadilan yang dihadapi perempuan di Korea Selatan inilah yang memantik munculnya gerakan 4B.
Maka untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukannya evaluasi ulang terhadap ekspektasi dan norma-norma masyarakat yang menindas dan mendukung ketidaksetaraan gender, yang merugikan perempuan di Korea Selatan.
Bagaimana menurut Kawan Puan mengenai gerakan 4B ini? Sampaikan pendapatmu di kolom komentar yah.
(*)
Baca Juga: Mensos Tri Rismaharini Ungkap Perempuan dan Laki-Laki Setara, Namun Masih Tersandung Budaya
(*)
Josephine Christina Arella/PARAPUAN