Parapuan.co - Hybrid working telah menjadi budaya baru dalam dunia kerja semenjak pandemi Covid-19 melanda empat tahun lalu.
Meski pandemi mereda, budaya hybrid working tidak lantas berkurang dan kebiasaan bekerja sebelum Covid-19 kembali.
Hybrid working sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan budaya kerja hibrida.
Yaitu saat orang-orang bisa bekerja di kantor maupun di mana saja, sesuai kebutuhan.
Namun, benarkah menggabungkan antara bekerja di kantor dan di rumah atau di mana saja adalah solusi terbaik?
Atau, jangan-jangan hybrid working justru menjebak agar orang memilih untuk bekerja secara remote ketimbang harus berangkat ke kantor?
Untuk mengetahuinya, simak informasi mengenai jebakan hybrid working seperti diungkap Andrew Allen sebagimana dikutip dari LinkedIn berikut ini!
Ilusi Fleksibilitas dalam Hybrid Work
Bekerja secara hybrid memang menawarkan kebebasan dan fleksibilitas jam maupun lokasi kerja.
Baca Juga: Hybrid Work, Budaya Kerja Masa Depan yang Perlu Fresh Graduate Tahu
Jika sebelumnya orang harus patuh pada jam kerja pukul 08.00 sampai 16.00 WIB, kini tidak lagi.
Karyawan bisa bekerja di rumah dan pergi ke kantor untuk presensi. Tidak harus ke kantor selama tidak ada rapat darurat, misalnya.
Bahkan, ada pula perusahaan yang menetapkan aturan kerja 50:50, semisal tiga hari ke kantor, dua hari hybrid, atau sebaliknya.
Ketika tidak berangkat kantor, karyawan bisa melakukan pertemuan atau rapat online melalui Zoom, Google Meet, dan sebagainya.
Namun, apakah rapat online bisa membantu kinerja tim dan meningkatkan kekompakan?
Jebakan Hybrid Working
Pertanyaanmu akan terjawab setelah kamu memahami beberapa jebakan hybrid working berikut ini:
1. Ketidakseimbangan Fleksibilitas dan Kekakuan
Tidak sepenuhnya bebas dan fleksibel, kebijakan yang terlalu kaku dari perusahaan yang menerapkan hybrid work malah dapat mengurangi kebebasan dan fleksibilitas itu sendiri.
Baca Juga: Cegah Bosan WFH, 5 Model Hybrid Work Ini Bisa Diterapkan Perusahaan
Ini dapat terjadi jika perusahaan menerapkan aturan yang ketat terkait waktu kerja atau membatasi akses terhadap alat dan teknologi yang diperlukan untuk bekerja dari jarak jauh.
2. Tantangan Komunikasi dan Kolaborasi
Ketika sebagian anggota tim bekerja dari kantor dan sebagian lagi bekerja dari rumah, dapat muncul tantangan dalam komunikasi dan kolaborasi antar tim.
Belum lagi kurangnya interaksi langsung yang dapat menghambat aliran informasi dan pemecahan masalah yang efektif.
3. Perasaan Keterpisahan dan Isolasi
Bekerja dari rumah secara terus-menerus bisa membuat orang merasa terisolasi dan terputus dari lingkungan kerja, dan mengurangi motivasi serta menurunkan produktivitas mereka.
4. Kesulitan dalam Menetapkan Batasan antara Kehidupan Pribadi dan Kerja
Fleksibilitas dalam hybrid working dapat menyulitkan karyawan untuk menetapkan batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu luang.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya burnout dan masalah kesehatan mental lainnya.
Untuk menghindari jebakan-jebakan di atas, perusahaan perlu mengadopsi kebijakan yang seimbang dan memperhatikan kebutuhan dan preferensi individu dalam tim.
Selain itu, penting bagi pemimpin tim untuk memastikan komunikasi yang efektif dan memfasilitasi kolaborasi yang lancar antar anggotanya, terlepas dari lokasi kerja mereka.
Itulah beberapa jebakan hybrid working. Mungkinkah tempat Kawan Puan bekerja menerapkan sistem kerja ini?
Baca Juga: Libur Lebaran 2023 Masih Kerja, Berikut Tips Menerapkan Hybrid Work
(*)