Parapuan.co - Kawan Puan, sudah bukan rahasia kalau krisis iklim memberikan dampak besar pada perempuan.
Perempuan menjadi satu dari beberapa kelompok paling rentan krisis iklim, seperti anak-anak, lansia, hingga penyandang disabilitas.
Sederet dampak krisis iklim yang dirasakan perempuan pun berasal dari banyak sektor, mulai dari ekonomi, kesehatan, hingga sosial.
Di sektor ekonomi, krisis iklim membuat perempuan mengalami kesulitan karena harus mengatur keuangan di tengah naiknya harga barang pokok akibat bencana iklim.
Hal ini membuat perempuan rentan mengalami kemiskinan yang semakin buruk.
Khalisah Kalid, Public Engagement and Action Manager, dan Political Working Group Leader Greenpeace Indonesia menjelasan soal kondisi ini.
"Perempuan tuh yang ngatur keuangan, naiknya beras, harga kebutuhan pokok semakin mempersulit perempuan. Itu bentuk pemiskinan."
"Udah tau kita rentan krisis iklim, tapi kebijakan pemerintah enggak pernah serius soal politik pangan. Ancaman krisis iklim itu akan menyebabkan kita mengalami krisis pangan," kata Khalisah dalam wawancara eksklusif bersama PARAPUAN.
Di sektor kesehatan, perempuan juga merasakan dampak besar perubahan iklim.
Baca Juga: Hari Perempuan Internasional: Perempuan dan Dampak Krisis Iklim yang Tak Bisa Dipisahkan
Pertama karena perempuan mengalami menstruasi setiap bulan. Hal itu membuatnya membutuhkan air lebih banyak dari laki-laki.
Jika krisis iklim terjadi, tentu persediaan air bersih pun sulit di dapatkan dan ancaman penyakit reproduksi bisa menimpa perempuan.
Belum lagi saat bicara polusi buruk yang berbahaya bagi ibu hamil.
"Dampak pada perempuan ada lapis-lapisnya. Misalnya polusi aja sebagai contoh, pada perempuan hamil dampaknya lebih besar, dan lebih besar lagi pada perempuan secara sosial ekonomi di bawah," imbuh Alin.
Dan masih banyak lagi dampak krisis iklim yang dirasakan perempuan yang tentunya tidak boleh kita abaikan.
Untuk itu, sebagai perempuan berdaya kita harus bisa menolong diri kita sendiri.
Menurut Alin, ada banyak hal yang bisa perempuan lakukan untuk memitigasi ancaman krisis iklim karena perempuan adalah sosok yang kuat.
"Yang justru punya daya lenting lebih kuat itu perempuan, termasuk udah banyak cerita perempuan komunitas, perempuan adat, bahkan perempuan muda membangun daya lentingnya. Kalau kita nunggu pemerintah kita udah keburu meninggal. Kita harus survive sendiri," tutur Alin.
Solusi yang bisa kita lakukan adalah dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih ramah lingkungan.
Baca Juga: 5 Tips Jaga Kesehatan Anak di Tengah Perubahan Iklim yang Tak Menentu
Di awali dengan mengubah cara berpikir kita untuk lebih memprioritaskan lingkungan.
"Ada banyak yang bisa kita lakukan, di tingkat individu kita bisa mengubah cara berfikir dan bertindak untuk lebih peduli lingkungan dan orang lain. Itu bisa kita lakukan," jelas Alin.
Tak hanya di tingkat individu saja, masih banyak hal besar yang bisa dilakukan secara berkelompok.
"Yang lain, di tingkat komunitas udah banyak contoh, bagaimana perempuan adat mengambil ruang yang signifikan, hutan mereka terutama."
"Itu bagaimana peran yang dilakukan perempuan menyelematkan iklim dengan menjaga hutan. Di banyak tempat mereka harus berhadapan perusahaan sawit, tambang, tapi mereka nggak gentar karena bagi mereka menyelamatkan hutan adalah menyelamatkan kehidupan," imbuh Alin.
Alin juga berujar, untuk bisa meningkatkan kesadaran akan keselamatan lingkungan tak harus jadi aktivis dulu.
Menurutnya, setiap pengalaman perempuan adalah kunci kuat bahwa semua perempuan bisa bersuara.
"Pengalaman setiap perempuan itu penting untuk kita kenali. Itu lebih kuat. Ibu rumah tangga terkait krisis iklim harga beras makin mahal, itu jauh lebih kuat daripada cuma aktivis yang ngomong," kata Alin.
Karenanya, Alin meminta agar kita sebagai perempuan selalu menghargai pengalaman yang kita alami.
Dari keresahan itulah, kita bisa mencari tahu permasalahannya dan bagaimana solusi menghadapinya.
"Menghargai pengalaman kita, berbasis pengalaman itu, kita mencari tahu apa yang terjadi. Kita bisa gunakan ruang-ruang dan kelembagaan perempuan (untuk mengatasinya)" pungkas Alin.
Baca Juga: Ini Bukti Perempuan Jadi Korban Paling Terdampak dari Masalah Krisis Iklim
(*)