Komnas Perempuan Desak Pemerintah Bentuk Femisida Watch Imbas Kasus Pembunuhan Perempuan

Rizka Rachmania - Minggu, 12 Mei 2024
Komnas Perempuan merekomendasikan pemerintah membentuk Femisida Watch pasca maraknya pembunuhan terhadap perempuan.
Komnas Perempuan merekomendasikan pemerintah membentuk Femisida Watch pasca maraknya pembunuhan terhadap perempuan. aradaphotography

Parapuan.co - Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) minta pemerintah segera membentuk Femisida Watch usai maraknya kasus pembunuhan terhadap perempuan.

Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk membentuk Femisida Watch setelah adanya tiga kasus pembunuhan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia.

Adapun tiga kasus pembunuhan terhadap perempuan di Indonesia yang terjadi akhir-akhir ini dalam waktu yang berdekatan yakni kejadian di Bandung, Ciamis, dan Minahasa.

Kasus pertama adalah pembunuhan 'wanita dalam koper' asal Bandung yang jasadnya ditemukan di Cikarang, Kabupaten Bekasi.

Kasus kedua yakni suami mutilasi istri di Ciamis, dan kasus ketiga adalah suami membunuh istri di Minahasa, Sulawesi Utara akibat mengigau.

Komnas Perempuan menilai bahwa ketiga kasus pembunuhan perempuan itu tergolong femisida, pembunuhan terhadap perempuan berbasis jenis kelamin atau gender.

Femisida ini dinilai merupakan akibat dari eskalasi kekerasan berbasis gender sebelumnya.

"Komnas Perempuan menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas tewasnya perempuan di antaranya kasus wanita dalam koper di Cikarang dan mutilasi perempuan di Ciamis yang dikategorikan sebagai femisida," ujar Retty Ratnawati, Komisioner Komnas Perempuan, melansir dari Tribunnews.

Oleh karenanya, demi meminimalisir kejadian pembunuhan perempuan yang termasuk kekerasan terhadap perempuan ini, Komnas Perempuan minta pemerintah segera membuat Femisida Watch.

Baca Juga: Penyelenggaraan KUPI II Bersamaan dengan 16HAKTP, Berikut Berbagai Isu Perempuan yang Dibahas

Tujuannya adalah untuk mengenali dan membangun mekanisme pencegahan, penanganan, serta pemulihan terhadap keluarga korban femisida.

"Komnas Perempuan mengajak seluruh pihak untuk menamainya sebagai femisida, dan merekomendasikan pemerintah membentuk Femisida Watch," lanjut Retty.

Jumlah Kasus Femisida di Indonesia dan Motifnya

Bukan tanpa alasan Komnas Perempuan mendorong pemerintah mendorong pembentukan Femisida Watch demi meminimalisir kejahatan femisida terjadi.

Pasalnya, Komnas Perempuan mencatat adanya 159 kasus yang terindikasi femisida dalam waktu satu tahun di 2023.

Melansir dari laman komnasperempuan.go.id, kasus femisida juga terjadi di Indonesia pada tahun 2022 dengan jumlah 307 kasus, 2021 sejumlah 237 kasus, dan 2020 sejumlah 95 kasus.

Pantauan setiap tahunnya menemukan bahwa femisida intim, yakni pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi, sebagai jenis femisida tertinggi.

Femisida intim ini kerap menyasar kelompok-kelompok perempuan yang cenderung rentan dan tak memiliki kuasa.

Tak cuma istri atau perempuan yang memiliki pasangan, femisida juga membayangi perempuan yang masuk dalam kelompok rentan lainnya.

Baca Juga: Miss Ecuador Dibunuh setelah Posting di Medsos, Ini Bahaya Share Lokasi secara Real-Time

"Kerentanan perempuan menjadi korban femisida juga dialami oleh perempuan disabilitas, perempuan pekerja seks dari pengguna jasanya dan mucikari, transpuan dan perempuan dengan orientasi seksual minoritas," ucap Rainy M Hutabarat, Komisioner Komnas Perempuan.

Menurut Rainy, femisida intim biasanya dibarengi oleh kekerasan fisik, kekerasan psikis, penelantaran ekonomi, dan ditambah tidak adanya lingkungan yang mendukung untuk melindungi korban.

Adapun motif pelaku femisida biasanya adalah banyak hal, namun yang paling tinggi adalah motivasi gender. Perempuan dibunuh karena dirinya perempuan.

Cemburu, maskulinitas, ketersinggungan, kekerasan seksual, menolak bertanggung jawab, menolak perceraian, atau pemutusan hubungan menjadi motif si pelaku.

"Motif-motif tersebut menggambarkan superioritas, dominasi, hegemoni, agresi, maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan," ujar Rainy.

Dengan rentannya posisi perempuan sehingga bisa menjadi korban, negara diharapkan membangun mekanisme pencegahan.

Di samping itu juga penanganan kasus femisida secara hukum harus tegas, melibatkan aparat penegak hukum yang mumpuni.

"Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan petugas layanan korban dalam mengidentifikasi femisida dan membangun penilaian tingkat bahaya bagi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan sangat diperlukan," ucap Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan.

Peningkatan kapasitas aparat ini juga dimaksudkan agar saat mengidentifikasi korban, mereka dapat menggali fakta terkait faktor lain, misalnya rentetan KDRT, relasi kuasa, kekerasan seksual, dan ancaman atau upaya manipulasi dari pelaku.

Baca Juga: Berkaca dari Kasus KDRT dan Pembunuhan di Cikarang, Ini 20 Tanda Pernikahan Toxic

(*)

Sumber: tribunnews,Komnas Perempuan
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania


REKOMENDASI HARI INI

3 Tips Manfaatkan Uang Pesangon PHK Jadi Modal untuk Wirausaha