Tapi pada beberapa daerah, seperti orang Yunani Kuno, selain mengoleskan minyak zaitun mereka juga memakai topi bertepi lebar untuk berteduh, seperti melansir Cosmoderma.
Sementara pada penduduk asli Australia, atau suku Aborigin, akan menggunakan oker, pigmen alami, untuk perlindungan terhadap sinar matahari yang berbahaya.
Metode awal ini memang bisa melindungi kulit masyarakat pra abad ke-20 pada tingkat tertentu, namun mereka kurang memiliki pemahaman ilmiah di balik fungsi tabir surya modern.
Awal Mula Tabir Surya Modern (Abad ke-20)
Di abad ke-20, mulai terjadi pergeseran ke arah pendekatan ilmiah dalam menemukan tabir surya untuk perlindungan matahari.
Setelah diketahui dampak buruk radiasi ultraviolet pada tahun 1801, seperti melansir NCBI, akhirnya tahun 1928 mulai muncul pengembangan filter ultraviolet B (UVB) pertama.
Kemudian pada 1932, ahli kimia asal Australia, H.A. Milton Blake, menemukan tabir surya komersial pertama yang menggunakan filter UVB, yang disebut salol.
Berlanjut ke tahun 1936, ahli kimia Perancis Eugène Schueller pun turut menciptakan tabir surya komersial lainnya untuk L'Oreal.
Sejak itu, kebutuhan akan tabir surya pun semakin meningkat, yang membawa sejumlah ahli kimia lainnya untuk membuat produk perlindungan sinar matahari.
Baca Juga: Viral di TikTok OSIS Razia Sunscreen, Lantas Sejak Usia Berapa Harus Pakai Tabir Surya?