Misalnya seperti tahun 1940-an, Benjamin Green, seorang apoteker, menciptakan losion berjemur Coppertone untuk tentara pada Perang Dunia II.
Kendati demikian, sunscreen di masa-masa ini terkenal dengan teksturnya yang tebal, berminyak dan menawarkan perlindungan yang masih terbatas.
Penyempurnaan Sunscreen di Pertengahan Abad 20 hingga Sekarang
Paruh kedua abad ke-20 semakin menunjukkan kemajuan signifikan dalam teknologi tabir surya.
Hal tersebut dibuktikan dari sejumlah penemuan yang dilakukan oleh para ahli.
Franz Greiter memperkenalkan sistem pemeringkatan Sun Protection Factor (SPF), yang merupakan ukuran kemampuan sunscreen dalam memblokir sinar UVB pada tahun 1946, seperti melansir dari Weldricks.
Kemudian dilakukan juga pengembangan filter UVB yang lebih efektif dan identifikasi potensi alergen pada beberapa tabir surya di tahun 1956.
Terus berkembang, di tahun 1974, sistem pemeringkatan SPF diadopsi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), yang kemudian diikuti oleh negara-negara lainnya.
Tak sampai di situ, pengenalan sunscreen yang bisa melindungi kuli dari sinar ultraviolet A (UVA), yang menembus lebih dalam ke kulit juga terjadi di tahun 1980-an.
Baca Juga: Ini 3 Rekomendasi Sunscreen Pilihan Parapuan, Ringan seperti Pelembap
Dan pada 1990-an, teknologi semakin canggih yang dibuktikan melalui terjadinya pengembangan tabir surya "spektrum luas" yang bisa melindungi dari sinar UVA dan UVB sekaligus, seperti melansir skincancer.org.
Modern kini, sunscreen semakin canggih dan memiliki banyak variasi yang memenuhi berbagai kebutuhan manusia.
Melalui formula yang ringan seperti pelembap, tidak menyebabkan white cast hingga ramah lingkungan yang aman bagi terumbu karang.
Keberadaan sunscreen pun terus berkembang, dan para peneliti terus mencari cara untuk meningkatkan kemanjuran, kenyamanan, dan dampaknya terhadap lingkungan.
(*)