Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Parapuan.co - April 2022 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sebagai Upaya untuk melindungi dan mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual yang dominan dialami perempuan.
Tahun ini, DPR membuat gebrakan terbaru dengan mengesahkan UU KIA (Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1000 Hari Pertama Kehidupan) yang disemangati sebagai UU yang berpihak pada kepentingan perempuan.
Namun demikian, apakah UU KIA betul-betul sudah mengakomodasi kepentingan perempuan, terutama para perempuan ibu yang telah memiliki karier di sektor publik dan tetap ingin mempertahankan karier mereka walau sudah memiliki momongan?
UU KIA Masih Berperspektif Tradisional
Berdasarkan poin-poin yang termaktub dalam setiap pasal dan ayat, UU KIA ingin membawa semangat dengan memberikan kepastian hukum pada para perempuan ibu untuk tetap berkarier di sektor publik pada saat mereka telah melahirkan dan memiliki anak.
UU ini ingin menegaskan kehadiran negara dalam memberikan perlindungan kepada ibu bekerja agar tidak mengalami kesewenang-wenangan dari para pemberi kerja.
Sebab pascapersalinan, kondisi ibu memang sangat membutuhkan akomodasi dan perhatian khusus.
Sayangnya UU KIA secara keseluruhan masih jauh dari pencapaian untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di tempat kerja antara perempuan dan laki-laki.
Pada akhirnya, UU ini tetap menegaskan peran domestik perempuan yang berkewajiban mengurus dan mengasuh anak, meskipun mereka sudah bekerja dan memiliki karier.
Baca Juga: RUU KIA Disahkan DPR RI, Ini Rincian Cuti Melahirkan untuk Ibu Bekerja