Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Rambu-rambu itu mungkin saja suatu keyakinan, nilai yang salah, keliru. Hanya saja ia sudah terpelihara sebagai warisan dari generasi ke generasi dan akhirnya dianggap sebagai sebuah kebenaran.
Salah satunya adalah pandangan jika perempuan memimpin, maka sulit baginya bertindak dengan tepat dan cepat.
Alasan yang sering kali diberikan atas sangkaan ini adalah karena perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dibandingkan logika atau pikirannya, maka dia dapat mengalami dilema dan lama dalam mengambil keputusan.
Bila situasi ini terjadi untuk pengambilan keputusan strategis yang perlu penanganan cepat, maka tentulah kurang baik.
Berbeda dengan laki-laki yang cenderung selalu berpikir logis, sehingga anggapannya, pengambilan keputusan untuk hal-hal kritis dapat dilakukan dengan cepat dan pasti tepat.
Bagi perempuan, menjadi seorang pemimpin memang memiliki tantangan sendiri, bila tak ingin memandangnya sebagai hambatan.
Dalam pandangan masyarakat umum, perempuan memiliki posisi dan perlakuan yang berbeda dengan laki-laki. Salah satunya adalah dalam pengidentifikasian sifat, karakter.
Laki-laki sejak kecil dalam pengasuhannya dididik untuk kuat, berpikir logis, dilarang menangis sebagai respon atas emosi sedih atau takut yang dimilikinya.
Sebaliknya perempuan sedari kecil dalam didikan diajarkan untuk lembut, diperbolehkan menangis secukupnya sebagai ekspresi atas emosi yang dirasakan, boleh merasa.
Baca Juga: Hari Perempuan Internasional: 5 Pemimpin Perempuan Inspiratif dalam 100 Tahun Terakhir