Kasus Polwan FN sebagai Perempuan Berkonflik Hukum Akibat Kekerasan Finansial dalam Rumah Tangga

Arintha Widya - Jumat, 14 Juni 2024
Ilustrasi: Kasus Polwan FN yang berkonflik dengan hukum, akibat kekerasan dalam rumah tangga.
Ilustrasi: Kasus Polwan FN yang berkonflik dengan hukum, akibat kekerasan dalam rumah tangga. Freepik

Parapuan.co - Kawan Puan, beberapa waktu lalu media digemparkan dengan kasus Polwan FN yang membakar sang suami hingga tewas.

Perbuatan FN dilakukan setelah mendapati gaji ke-13 sang suami (RD) yang tersisa Rp800.000 karena diduga digunakan untuk judi online.

Terkait hal ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan keperihatinan yang mendalam.

Melansir siaran pers Komnas Perempuan, keprihatinan muncul atas kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung pada kematian, dan menempatkan perempuan menjadi pihak yang berkonflik dengan hukum.

Komnas Perempuan mengajak seluruh pihak untuk memfokuskan pada upaya pencegahan, proses hukum, dan pemulihan bagi keluarga yang mengalami situasi tersebut.

Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan mengingatkan bahwa semua pihak perlu memetik pembelajaran dari peristiwa ini.

"Tindak pembakaran tersebut tampaknya merupakan eskalasi masalah dan respon reaktif istri pada tekanan yang semakin membesar di dalam perkawinannya," kata Andy Yentriyani.

Dari pemberitaan media massa, Komnas Perempuan mendapat informasi bahwa pihak istri terus berada di bawah tekanan berlapis, baik ekonomi maupun psikis.

Hal ini karena suami kerap menghabiskan uang untuk berjudi online, sementara mereka mempunyai tiga anak berusia di bawah tiga tahun (batita).

Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan, Begini Tanda-tanda Kekerasan Finansial

Anak pertama baru berusia dua tahun, lalu anak kembar yang masih berumur empat bulan.

Kelelahan fisik dan psikis dalam perawatan tiga batita diperburuk dengan pertengkaran berulang akibat judi online, yang tidak mendapat tanggapan dari suami.

Kondisi tekanan sedemikian memuncak hingga berakhir pada tindakan membakar suami.

Dalam hal ini, terjadi kekerasan dalam rumah tangga berbentuk kekerasan finansial (ekonomi), psikis, dan fisik yang terjadi dalam pernikahan FN dan RD.

Kekerasan dalam rumah tangga keduanya tidak segera mendapatkan bantuan.

"Situasi kekerasan di dalam rumah tangga perlu menjadi perhatian yang lebih serius untuk ditangani segera, agar tidak berkelanjutan dan berakibat fatal, seperti penghilangan nyawa maupun bunuh diri," tambah Andy.

Kasus ini karenanya menunjukkan adanya kebutuhan mendesak berupa intervensi lebih komprehensif pada persoalan KDRT, bahkan di dalam institusi Kepolisian.

Juga, dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, misalnya dalam bentuk judi online.

Terkait dampak judi online dan pinjaman online (pinjol), Komisioner Rainy M Hutabarat mengingatkan risiko berujung kematian, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, dan tekanan psikis.

Baca Juga: Kenali 4 Tanda Kekerasan Finansial dalam Hubungan Suami Istri, Bikin Terlilit Utang!

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah mengingatkan terkait penanganan kasus itu sendiri.

Menurutnya, seluruh pejabat yang berwenang di setiap tingkat pemeriksaan wajib memenuhi hak-hak perempuan berkonflik dengan hukum (PBH Tersangka), sebagaimana dijamin dalam kitab undang-undang hukum acara pidana.

Mengingat Polwan NF menjadi PBH Tersangka ini berlatarbelakang KDRT dan kondisi psikologis paska melahirkan, maka ada kebutuhan mendesak di Kepolisian untuk segera merumuskan kebijakan penanganan perempuan yang berhadapan dengan hukum.

Rumusan kebijakan harus dimulai dari tingkat penyelidikan dan penyidikan, termasuk penanganan perempuan berkonflik dengan hukum dengan latar belakang kekerasan berbasis gender.

"Untuk kasus ini sendiri, kami merekomendasikan penanganan yang komprehensif dengan memenuhi hak-haknya sebagai tersangka," jelas Siti Aminah.

"Perhatikan kebutuhan psikologis Polwan FN, termasuk kemungkinan mengalami baby blues, sedapat mungkin mencegah penahanan berbasis rutan dan memastikan pemenuhan hak-hak anak-anak termasuk untuk mendapatkan perawatan dan air susu ibu," imbuhnya.

Terkait kasus ini, semua pihak khususnya lembaga atau institusi pemerintah hendaknya tidak mengeluarkan pernyataan yang diskriminatif.

Misalnya dengan menyebut perempuan lebih kejam dari laki-laki, karena kekerasan sejatinya tidak memandang gender.

Itulah tadi pandangan dari Komnas Perempuan terkait kasus Polwan FN. Bagaimana menurut Kawan Puan?

Baca Juga: Termasuk KDRT, Ini 4 Contoh Kekerasan Finansial dalam Rumah Tangga

(*) 



REKOMENDASI HARI INI

Tips Tetap Aktif Berolahraga Saat Momen Liburan Akhir Tahun, Apa Saja?