Pekerja Perempuan Rentan Alami Perlakuan Tidak Menyenangkan, Catcalling hingga Potong Gaji

Pekerja perempuan rentan mengalami catcalling.
Pekerja perempuan rentan mengalami catcalling. Freepik

Parapuan.co - Mendapatkan perlakukan tidak menyenangkan dalam dunia kerja menjadi hal yang mengganggu, terutama untuk pekerja perempuan

Salah satu perlakuan kurang menyenangkan yang rentan terjadi di dunia kerja dan dialami pekerja perempuan adalah catcalling.

Di sisi lain, mayoritas karyawan yang pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan ini justru tidak menyadarinya.

Pelecehan dalam Dunia Kerja

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Populix bertajuk ”Gen Z and Millennial Under Pressure: Uncovering Negative Experience and Unpleasant Treatment in the Workplace” menemukan bahwa secara umum sebagian besar perempuan pernah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan (PTM) di kantor.

Berdasarkan temuan tersebut, pekerja perempuan pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan, yang mana dalam bentuk verbal (76 persen) paling banyak terjadi.

Diikuti dengan PTM dalam bentuk diskriminasi (64 persen), pemaksaan kerja (61 persen), pelecehan seksual (49 persen), hingga kekerasan fisik (21 persen).

Lebih dalam, pekerja perempuan yang mengalami pelecehan seksual mengaku bahwa 83 persen dari mereka mendapatkan godaan/candaan/siulan (catcalling) berbau seksual (sayang/cantik/seksi).

Selain itu, sekitar 44 persen pekerja perempuan juga kerap tidak nyaman karena sering jadi sasaran orang lain yang memerhatikan bagian tubuh tertentu terus-menerus. 

Baca Juga: Viral Dugaan Pelecehan Seksual Rekrutmen Via LinkedIn, Jobseeker Perlu Waspada Red Flag Ini

Termasuk juga mendapatkan gestur seksual berupa kedipan atau gestur mencium (23 persen), dan disentuh/dicium/dipeluk tanpa persetujuan (20 persen).

Ironisnya lagi, pekerja perempuan juga pernah mendapatkan intimidasi/dipaksa/diancam agar terlibat dalam aktivitas seksual (6 persen), diperlihatkan alat kelamin orang lain secara langsung atau berupa media foto/video (6 persen) hingga menjadi korban percobaan pemerkosaan/pemerkosaan (3 persen).  

Perlakuan Tidak Menyenangkan di Dunia Kerja

Selain mengalami pelecehan di tempat kerja, ada berbagai perlakuan tidak menyenangkan yang dialami oleh para pekerja perempuan, menurut survei terbaru Populix.

Mulai dari sering diminta bekerja larut malam atau di luar jam kerja yang tidak termasuk bidang atau tanggung jawabnya (61 persen), hingga diharuskan mengerjakan tugas berisiko tinggi di luar bidang atau tanggung jawabnya (40 persen).

Selain itu, para pekerja perempuan juga dipaksa bekerja tanpa kejelasan pembayaran upah (39 persen) dan pemotongan gaji/upah dengan tidak manusiawi (27 persen).

Tak sampai di situ, sekitar 42 persen perempuan juga mengalami penghinaan fisik atau body shaming, serta 41 persen mendapatkan fitnah atau gosip tidak benar.

Dampak Penanganan yang Tidak Maksimal

Tingginya angka pekerja perempuan yang mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja diperburuk dengan penanganan kasus yang cenderung tak maksimal.

Baca Juga: Dampak Kekerasan pada Perempuan di Tempat Kerja dan Cara Mengatasinya

Menurut Wayan Aristana, Senior Executive Social Research Populix, penanganan tidak maksimal pada kasus perlakuan tidak menyenangkan terhadap pekerja menyebabkan kasus yang sama terus berulang.

Bahkan, berdasarkan pengakuan responden yang pernah menjadi korban, sebanyak 35 persen penanganan kasus perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja tidak terselesaikan.

“Hingga bahkan ada pekerja yang mengaku korban justru berujung diberhentikan dari pekerjaannya,” tutur Aristana pada Senin (24/06/2024).

Ditambah lagi, sebanyak 21 persen penanganan kasusnya malah tidak berpihak pada korban.

Menurut Jonas Danny, Head of Human Resources Populix, hampir seluruh mekanisme penanganan perlakuan tidak menyenangkan ini sifatnya delik aduan, yaitu harus ada pengaduan dari pihak korban.

"Sedangkan dalam kasus ini seringkali korban juga merasa enggan untuk melapor karena ada ketakutan akan bocornya informasi mengenai identitas pelapor," ujarnya.

Bahkan ketika mereka melapor pun, belum tentu hasilnya akan berpihak kepada mereka, karena bisa jadi pelaku justru dilindungi oleh pihak perusahaan karena satu dan lain hal.

Maka dari itu, sangat penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa human resources mereka mampu menangani aduan perlakuan tidak menyenangkan di kantor yang dialami oleh pekerja perempuan.

Baca Juga: Heboh Kekerasan Seksual Terkait Kontrak Kerja, Ini Aturan Perpanjang Kontrak di UU Cipta Kerja

Bukannya tanpa alasan, perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik pekerja perempuan.

Selain itu, perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja terhadap pekerja perempuan dapat merusak reputasi perusahaan.

Sehingga dengan penanganan aduan perlakuan tidak menyenangkan yang baik dapat menunjukkan kepada pekerja perempuan bahwa perusahaan menghargai mereka dan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman serta inklusif. 

(*)