Angka Kelahiran Menurun, Benarkah karena Perempuan Enggan Menikah?

Citra Narada Putri - Selasa, 2 Juli 2024
Perempuan tidak mau menikah jadi salah satu penyebab angka kelahiran menurun.
Perempuan tidak mau menikah jadi salah satu penyebab angka kelahiran menurun. (dragana991/Getty Images)

Parapuan.co - Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo, angka kelahiran atau fertility rate di Indonesia menunjukkan tren penurunan.

Penurunan ini terjadi secara bertahap atau progresif dan telah mencapai angka 2,18 dalam satu dekade terakhir.

"Jadi selama beberapa puluh tahun terakhir ini penurunannya sangat progresif. Dulu angka kelahiran atau total fertility rate itu 5,6 pada tahun 70," imbuh Hasto.

Ada beberapa penyebab terjadinya penurunan angka kelahiran anak, mulai dari gaya hidup dan lingkungan, besarnya biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi di masa depan, hingga faktor budaya dan sosial.  

Menariknya lagi, di beberapa negara yang sudah lebih dulu mengalami penurunan angka kelahiran, seperti Jepang dan Korea Selatan, menunjukkan bahwa salah satu penyebabnya adalah karena resesi seks

Resesi seks adalah fenomena menunda pernikahan dan memiliki anak.

Resesi seks bisa menjadi "bom waktu" ancaman populasi yang dihadapi negara-negara Asia.

Melansir Kompas.com, diperkirakan pergeseran pola demografi global akibat resesi seks, khususnya di Asia, dipengaruhi beberapa faktor.

Di antaranya stagnasi upah selama beberapa tahun terakhir, kenaikan biaya hidup, tuntutan budaya kerja yang tinggi, perubahan cara pandang terhadap pernikahan, kesetaraan gender, serta menurunnya tingkat kepuasan hidup generasi muda.

Baca Juga: Perempuan Milenial dan Gen Z Memilih untuk Menunda Pernikahan, Mengapa?

Di Indonesia sendiri, penurunan angka kelahiran juga berpengaruh pada berkurangnya angka pernikahan.

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Laporan Statistik Indonesia 2024 mencatat bahwa jumlah pernikahan di Indonesia pada tahun 2023 mengalami penurunan, seperti melansir Kompas.com.

Tercatat, terdapat 1.577.255 pasangan yang menikah sepanjang tahun 2023.

Angka ini lebih rendah 128.093 dibandingkan dengan tahun 2022, di mana terdapat 1.705.348 pasangan yang menikah.

Mengapa Perempuan Enggan atau Menunda Pernikahan?

Menurut Antonia Hall, psikolog, pakar hubungan, dan penulis The Ultimate Guide to a Multi-Orgasmic Life, secara statistik semakin banyak orang yang memilih untuk tetap melajang, seperti melansir Bustle

“Bagi sebagian orang, ini adalah pilihan yang sadar untuk tidak mengulangi pengalaman buruk – kegagalan hubungan mereka sendiri dan orang tua menjadi alasan pengambilan keputusan tersebut,” ujarnya.

Ia pun menambahkan bahwa alasan lain untuk tetap tidak menikah termasuk mempertahankan rasa kemandirian, kebebasan, dan kendali atas kehidupan dan keuangan seseorang, termasuk kurangnya keinginan untuk memiliki anak.

Baca Juga: Santriwati Dipaksa Menikah dengan Pengurus Ponpes, Apa Itu Pemaksaan Perkawinan?

Keengganan untuk menikah juga telah dilalui oleh Wulan di usianya yang sudah menyentuh 36 tahun. 

"Ada banyak hal yang harus di-gambling ketika kita nikah. Dan saya tidak siap dengan 'pertaruhan' tersebut," ujar Wulan.

Menurutnya, pertaruhan yang harus ia siapkan berupa ketidakbebasan, ketidakpastian atas kesetiaan pasangan, hingga biaya hidup yang semakin tidak masuk akal.

"Kita berkaca aja dengan yang kita lihat sehari-hari deh. Selingkuh sana-sini. Seakan-akan pernikahan bukan lagi jaminan pasangan akan setia kan?" ucapnya.

Apalagi dengan keinginan punya anak, tak pernah terbersit dalam pikiran Wulan akan memiliki buah hati jika ia saja tidak siap menghidupi dirinya sendiri.

"Bayangin aja, biaya sekolah anak sekarang udah gila-gilaan. Dan saya harus membiayai anak selama minimal 12 tahun. Mau kerja sampai usia berapa? Mending kalau gajinya naik tiap tahun, ini kan enggak," keluhnya.

Menurutnya, daripada kelak ia akan menyiksa calon anaknya dengan tidak bisa memberikan hidup yang berkualitas, lebih baik Wulan menerapkan gaya hidup child free.

Namun sayang, keputusannya untuk tidak menikah dan punya anak kerap dipandang sebagai pilihan hidup yang egois dan bodoh, setidaknya bagi keluarga atau orang-orang yang menurutnya berpikiran sempit.

"Katanya enggak nikah dan childfree itu egois. Padahal, jauh lebih egois kalau kita nikah, punya anak, tapi enggak bisa memberikan yang terbaik untuk anak atau bahkan diri kita sendiri. Ini yang masih jarang dipahami orang," tutur Wulan kesal. 

Baca Juga: Mengenal Istilah Childfree, Keputusan untuk Tidak Memiliki Anak karena Pilihan

  

Pendapat lain turut disampaikan oleh Putri, yang mengaku sebenarnya ia tak benar-benar berniat untuk tidak menikah.

"Bukannya enggak mau nikah, tapi saya mau ketika nikah persiapannya tuh bener-bener mateng, sama orang yang tepat. Agar supaya tujuan nikah yang harusnya bahagia enggak jadi bikin nyiksa," cerita Putri yang kini berusia 34 tahun.

Karena bagi Putri, pernikahan justru akan menghadirkan tanggung jawab baru jangka panjang dalam hidup kita dan keluarga.

"Salah satunya yah anak itu tadi, yang harus siap kita besarkan dengan sungguh-sungguh. Punya anak kan bukan cuman ngasih makan trus udah selesai, tapi kamu harus pastiin dia mentalnya sehat, dia berada di lingkungan yang baik. Dan untuk memberikan hal itu semua kamu enggak bisa sembarangan asal nikah," ujarnya. 

Bahkan Putri menilai, jika dia ternyata menikah dengan laki-laki yang tidak sevisi misi dalam membesarkan anak, maka ini bisa jadi mimpi buruk baginya atau bahkan anak tersebut di masa depan.

"Mungkin bagi sebagian orang enggak mau punya anak karena biaya hidup yang terlalu tinggi. Tapi bagi saya pribadi, saya lebih takut kalau ternyata pasangan hidup saya nanti tidak bisa jadi partner membesarkan anak yang baik," ujar Putri.

Lebih rinci, ia khawatir jika kelak memiliki anak, pasangannya tidak bisa menjadi ayah yang baik dan dibutuhkan anaknya.

Putri percaya, pilihan pernikahan dan memiliki anak, harusnya jadi hal yang benar-benar dipertimbangkan secara masak oleh perempuan. 

Karena tentu, setelah menikah atau memiliki anak, ada tanggung jawab besar yang diemban.

Bukan hanya tanggung jawab pada orang lain, tapi juga pada diri sendiri.

"Sesederhana, tanggung jawab untuk bahagia dulu. Setiap perempuan perlu tahu bahwa kalau kamu mau buat orang lain atau calon anak kamu bahagia, pastiin kamu bahagia dulu. Lead by example," tutup Putri.

(*)

Baca Juga: Judi Online Bisa Picu Perceraian pada Perempuan Menikah, Pakar Ungkap Dampaknya



REKOMENDASI HARI INI

Angka Kelahiran Menurun, Benarkah karena Perempuan Enggan Menikah?