Perempuan, karena faktor biologis, sosial, ekonomi, dan budaya, memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena infeksi yang resistan terhadap antimikroba dan menyebarkan AMR.
Perempuan mungkin lebih jarang mencari perawatan dan lebih fokus pada biaya medis untuk keluarga dan anak-anak mereka.
Perempuan yang sudah menikah sering diharapkan mendapatkan izin dari suami untuk mencari bantuan medis berbayar dan dilaporkan menghadapi kekerasan di rumah jika menerima perawatan medis tanpa terlebih dahulu meminta izin.
Karena ekspektasi ini, perempuan sering kali tidak dapat mengakses layanan medis penting, menunda diagnosis dan pengobatan, serta meningkatkan risiko komplikasi, termasuk AMR.
Solusi untuk Mengatasi AMR
Penanganan AMR memerlukan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, fasilitas layanan kesehatan, apotek, pelaku usaha, dan komunitas.
Kolaborasi ini penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung penggunaan antimikroba yang tepat dan rasional, sehingga dapat mengurangi risiko penyebaran resistensi antimikroba.
Langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan mencakup edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang penggunaan antimikroba yang rasional.
Selain itu, penguatan komitmen apoteker juga penting, dengan memastikan mereka hanya memberikan antimikroba berdasarkan resep dokter. Dengan demikian, kita bisa bersama-sama melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah meningkatnya resistensi antimikroba. (*)
Baca Juga: Mengenal Mycroplasma Pneumoniae, Bakteri Penyebab Pneumonia yang Sudah Ada Sejak Sebelum Covid-19