Prevalensi Menurun, Hepatisis B dan C Tetap Jadi Ancaman Kesehatan Indonesia

David Togatorop - Selasa, 30 Juli 2024
Skrining hepatitis sangat diperlukan untuk menekan tingginya angka penderita hepatitis di Indonesia.
Skrining hepatitis sangat diperlukan untuk menekan tingginya angka penderita hepatitis di Indonesia. (iStock/Nansan Houn)

Sebagian besar pasien dengan hepatitis B kronis tidak menunjukkan gejala, namun beberapa mungkin merasakan kelemahan dan ketidaknyamanan pada perut bagian kanan atas.

Hepatitis kronis dapat berkembang menjadi fibrosis atau sirosis hati, ditandai dengan jaringan parut yang merusak fungsi hati dan bisa menyebabkan gagal hati dengan gejala seperti ikterus (penyakit kuning), bengkak pada tungkai, cairan di perut (asites), dan gangguan kesadaran.

Hampir 80% pasien yang terinfeksi hepatitis C akan menetap menjadi hepatitis C kronis. Penyakit ini berkembang secara perlahan, dengan 10-20% dari kasusnya berkembang menjadi sirosis hati dalam waktu 15-20 tahun.

Sebagian besar penderita hepatitis C tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), namun pemeriksaan fisik bisa menemukan tanda-tanda seperti demam subfebris dan ikterus (kuning).

Diagnosis hepatitis C ditegakkan melalui skrining anti-HCV, dan jika positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan HCV RNA.

Situasi Hepatitis di Indonesia

Di Indonesia, prevalensi hepatitis B telah menurun dalam 10 tahun terakhir. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa prevalensi hepatitis B turun dari 7,1% pada 2013 menjadi 2,4% pada 2023.

Hepatitis C juga mengalami penurunan, dengan prevalensi turun dari 1% pada 2013 menjadi 0,5% pada 2022, menurut data WHO Global Health Observatory.

Baca Juga: Ada Polio dan Hepatitis, Ini Penyakit yang Bisa Dicegah dengan Imunisasi

Sumber: Kemenkes RI
Penulis:
Editor: David Togatorop


REKOMENDASI HARI INI

Prevalensi Menurun, Hepatisis B dan C Tetap Jadi Ancaman Kesehatan Indonesia