WHO Sebut Perempuan Rentan Alami Kekerasan dalam Hubungan Intim di Usia Remaja

Arintha Widya - Rabu, 7 Agustus 2024
WHO ungkap kerentanan remaja perempuan alami kekerasan dalam hubungan intim di usia muda.
WHO ungkap kerentanan remaja perempuan alami kekerasan dalam hubungan intim di usia muda. Tinnakorn Jorruang

Parapuan.co - Kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, di usia berapapun.

Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO melaporkan perempuan rentan mengalami kekerasan dalam hubungan intim di usia remaja.

Laporan WHO mencatat, satu dari enam remaja perempuan mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan selama setahun terakhir.

Temuan tersebut merupakan hasil analisis baru WHO yang diterbitkan di The Lancet Child and Adolescent pada Senin, 29 Juli 2024.

Di dalamnya, tercacat sebanyak 24 persen atau sekitar 19 juta remaja perempuan yang punya pasangan, pernah mengalami kekerasan fisik maupun seksual oleh pasangannya sebelum mereka berumur 20 tahun.

Direktur Departemen Kesehatan Seksual dan Reproduksi serta Penelitian WHO, Dr. Pascale Allotey melalui laman resmi WHO seperti dikutip dari Kompas.com mengungkapkan faktanya.

"Kekerasan oleh pasangan intim mulai terjadi sejak dini bagi jutaan perempuan muda di seluruh dunia," kata Dr. Pascale Allotey.

Pascale Allotey menekankan bahwa masalah ini harus ditangani dengan lebih serius sebagai isu kesehatan masyarakat.

Dengan begitu, akan ada ketentuan atau kebijakan yang fokus pada pencegahan dan dukungan yang tepat.

Baca Juga: Berdampak Buruk bagi Fisik dan Mental, Kenali Jenis Kekerasan pada Anak

Dampak Kekerasan dalam Hubungan Intim

Jangankan saat usia remaja, kekerasan dalam hubungan intim dapat memberikan dampak negatif pada setiap orang, tak terkecuali perempuan.

Kekerasan dalam hubungan intim di usia remaja bisa memberikan dampak yang mendalam dan berlanjut sampai dewasa.

"Mengingat bahwa kekerasan selama bertahun-tahun pada masa remaja dapat menyebabkan kerusakan yang mendalam dan berkelanjutan," ungkap Pascale Allotey.

Kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dapat berdampak negatif pada banyak hal.

Diantaranya kesehatan fisik secara keseluruhan dan reproduksi, prestasi, pendidikan, hubungan masa depan, dan prospek hidup para remaja.

Dari sudut pandang kesehatan, kekerasan fisik dan/atau seksual pasangan dapat meningkatkan risiko cedera, depresi, dan gangguan kecemasan.

Dampak lainnya, yaitu kehamilan yang tidak direncanakan, infeksi menular seksual, dan berbagai kondisi fisik serta psikologis lainnya.

Penelitian WHO ini juga mengungkapkan tingginya angka kekerasan akibat kesenjangan yang mengakar.

Baca Juga: Suara yang Terabaikan: Ini Realitas Suram Anak dalam Ancaman Kekerasan

Studi ini menganalisis prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan yang dialami oleh anak perempuan berusia 15-19 tahun yang pernah berhubungan intim.

Studi juga mengidentifikasi faktor sosial, ekonomi, dan budaya tertentu yang meningkatkan risiko kekerasan dalam hubungan intum di kalangan remaja.

WHO memperkirakan, tingkat kekerasan dalam hubungan intim tertinggi berada di wilayah Oseania (47 persen) dan Afrika Sub-Sahara bagian tengah (40 persen).

Sementara tingkat kekerasan terendah ditemukan di Eropa Tengah (10 persen) dan Asia Tengah (11 persen).

Analisis baru menunjukkan bahwa kekerasan pasangan intim terhadap gadis remaja paling umum terjadi di negara dan kawasan berpendapatan rendah, di mana jumlah anak perempuan di sekolah menengah lebih sedikit.

Di wilayah tersebut, anak perempuan biasanya memiliki hak kepemilikan properti dan hak waris yang lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki.

Pernikahan dini (sebelum usia 18 tahun) secara signifikan meningkatkan risiko kekerasan fisik dan/atau seksual, karena kesenjangan gender, ketergantungan ekonomi, dan isolasi sosial yang diakibatkannya.

Studi ini menyoroti pula kebutuhan untuk memperkuat layanan dukungan dan langkah-langkah pencegahan dini yang dirancang khusus untuk remaja, agar terhindar dari kekerasan fisik dan/atau seksual.

Selain itu, WHO juga menekankan pentingnya mendidik anak laki-laki dan perempuan tentang hubungan yang sehat tanpa kekerasan fisik dan/atau seksual.

Baca Juga: Bangun Tembok Perlindungan: Ini Peran Perempuan Mencegah Kekerasan pada Anak

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Viral Anak Bos Roti Lakukan Aniaya, Perlindungan Hukum Pekerja Perempuan Kurang Optimal?