4 Hal Penting dalam Penghapusan Jurusan di SMA sebagai Implementasi Kurikulum Merdeka

Arintha Widya - Kamis, 8 Agustus 2024
4 Hal penting tentang penghapusan peminatan atau jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sebagai implementasi Kurikulum Merdeka.
4 Hal penting tentang penghapusan peminatan atau jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sebagai implementasi Kurikulum Merdeka. maroke

Parapuan.co - Salah satu gebrakan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dengan diluncurkannya Kurikulum Merdeka adalah penghapusan peminatan atau jurusan di SMA.

Jika sebelumnya peserta didik bisa memilih masuk jurusan IPA, IPS, atau Bahasa di SMA, Kurikulum Merdeka tidak lagi menerapkan ketentuan tersebut.

Mulai tahun ajaran 2024/2025, semua SMA/sederajat tidak lagi memiliki jurusan IPA, IPS, dan Bahasa sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.

Penghapusan ini bertujuan agar siswa dapat lebih fokus membangun pengetahuan yang relevan dengan minat dan rencana studi lanjut mereka.

Terkait hal ini, Dr. Tuti Budirahayu, pakar sekaligus dosen Sosiologi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), menyebutkan sejumlah hal penting yang perlu diperhatikan.

Apa saja? Simak keuntungan sekaligus tantangan dari penghapusan jurusan di SMA sebagai implementasi Kurikulum Merdeka seperti merangkum Kompas.com!

1. Menghapus Stigma Siswa Pintar dan Kurang Pintar

Dr. Tuti Budirahayu menjelaskan bahwa beberapa studi sosiologi menunjukkan dampak negatif dari penjurusan.

Kawan Puan barangkali pernah mengalami atau melihat sendiri, bahwa siswa jurusan IPS dan Bahasa kerap dianggap tidak sepintar anak-anak IPA.

Baca Juga: Mengenal Kurikulum Merdeka yang Jadi Pengganti K-13, Ini Perbedaannya

Salah satu keuntungan dari dihapuskannya jurusan adalah menghapuskan stigma mengenai siswa pintar dan yang kurang pandai.

"Mereka yang masuk ke jurusan IPS dan Bahasa cenderung mendapatkan label sebagai anak-anak nakal, bandel, dan tidak secerdas anak-anak jurusan IPA," kata Tuti.

"Dari sisi dampak penjurusan yang tidak menguntungkan siswa IPS dan Bahasa, saya patut mengapresiasi kebijakan Kemendikbud Ristek untuk menghapus penjurusan," imbuhnya.

2. Perlu Kualitas Sekolah yang Merata

Meski penjurusan dapat menyebabkan stigma negatif, masalah utama adalah kualitas pendidikan yang mungkin tidak merata.

Di sekolah-sekolah dengan kualitas pendidikan yang baik, penjurusan tidak menghalangi kesuksesan siswa IPS dan Bahasa di perguruan tinggi, karena mereka didukung oleh fasilitas dan guru yang memadai.

"Hal itu karena mereka benar-benar meminati jurusannya. Lalu belajar dengan baik, dan sekolah juga menyediakan fasilitas belajar serta guru-guru yang baik pula," papar Tuti.

3. Tidak Ada Diskriminasi dalam Memilih Jurusan Kuliah

Setelah lulus SMA, siswa IPA sering kali memiliki kebebasan lebih dalam memilih jurusan kuliah, termasuk jurusan yang seharusnya untuk siswa IPS dan Bahasa.

Baca Juga: Tak Ada Lagi Jurusan IPA-IPS di Kurikulum Merdeka SMA, Ini Penggantinya

Sebaliknya, anak-anak IPS dan Bahasa tidak bisa memilih jurusan kuliah yang tidak linier dengan peminatan mereka saat SMA.

Bila ingin mengambil jurusan kuliah dalam lingkup IPA, anak-anak IPS dan Bahasa harus mendaftar IPC (Ilmu Pengetahuan Campuran - IPA dan IPS).

Hal ini menimbulkan diskriminasi terhadap siswa IPS dan Bahasa yang dianggap kurang pandai dalam bidang logika, matematika, atau ilmu eksakta.

4. Perlu Pemahaman Bersama antara Orang Tua dan Sekolah

Untuk memastikan kebijakan penghapusan sistem jurusan berjalan dengan baik, diperlukan kerja sama antara sekolah, pemerintah, siswa, dan orang tua.

Tuti mencatat bahwa guru cenderung menghadapi beban lebih berat dengan Kurikulum Merdeka, sementara orang tua masih kurang memahami kebijakan baru ini, yang bisa menyebabkan kesalahpahaman.

Oleh karena itu, persiapan matang dari pemerintah diperlukan untuk memastikan implementasinya dapat memajukan pendidikan di Indonesia.

"Sepengamatan saya tentang sistem pendidikan dan pembelajaran Kurikulum Merdeka, guru cenderung mendapat beban lebih berat," ungkap Tuti.

"Sebaliknya, orang tua masih minim pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan pendidikan baru di era Menteri Nadiem Makarim," terangnya.

Jadi, banyak hal yang perlu Kawan Puan siapkan, termasuk mencari tahu lebih banyak mengenai apa itu Kurikulum Merdeka dan penerapannya.

Baca Juga: Siswa Bisa Pilih Mata Pelajaran, Ini Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum Merdeka

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

960 Ribu Pelajar-Mahasiswa Terlibat Judi Online, Ini Tips Cegah Judol pada Remaja