Parapuan.co - Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi, mencakup kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy, mengungkap data terbaru tindak kekerasan terhadap perempuan.
Pihaknya melaporkan bahwa sepanjang tahun 2024, tercatat 34.682 perempuan menjadi korban tindak kekerasan.
Pernyataan ini disampaikan oleh Andy dalam konferensi pers terkait laporan sinergi data kekerasan terhadap perempuan.
Selain Komnas Perempuan, kegiatan ini juga melibatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Forum Pengadaan Layanan (FPL).
"Jumlah kekerasan terhadap perempuan yang tercatat pada sistem data tiga lembaga sepanjang 2023 mencapai 34.682 korban," ungkap Andy dalam pidato pembuka, Senin (12/8/2024).
Andy menjelaskan bahwa kekerasan paling banyak terjadi di ranah personal, dengan jenis yang dominan adalah kekerasan seksual, yang mencatat 15.621 kasus.
Selain itu, terdapat 12.878 kasus kekerasan psikis dan 11.099 kasus kekerasan fisik, sedangkan jenis kekerasan lainnya tercatat sebanyak 6.897 kasus.
Andy juga mengatakan, "Angka ini pun masih merupakan fenomena gunung es dari persoalan kekerasan terhadap perempuan."
Baca Juga: Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Ini 3 Dampak KDRT pada Kesehatan Mental
Lebih lanjut, Andy menambahkan bahwa data yang dimiliki Komnas Perempuan tersebut penting untuk mendorong perubahan kebijakan dan perilaku di masyarakat.
Ia berharap, ketersediaan informasi terkait kasus kekerasan terhadap perempuan dapat meningkatkan kesadaran publik dan mendorong pencarian serta pemberian solusi yang lebih efektif.
"Kehadiran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) adalah contoh nyata dan terbaru dari pentingnya data," tutur Andy.
Peran UU TPKS: Mencabut Rape Culture Sampai ke Akar
Mengutip laman Kementerian Sekretariat Negara, UU TPKS memiliki peran penting dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan.
Pasalnya, UU TPKS tidak hanya bertujuan untuk menghukum pelaku kekerasan seksual.
Keberadaan UU yang disahkan pada 2022 lalu ini juga untuk memastikan pemulihan fisik dan psikologis korban.
UU TPKS diimplementasikan pula guna menjamin hak restitusi dan pendampingan, serta mendorong masyarakat untuk aktif menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.
Dengan diberlakukannya UU TPKS, diharapkan semakin banyak korban yang berani bersuara karena kesaksian mereka akan dipercayai.
Baca Juga: Film Vina: Sebelum 7 Hari Tidak Sensitif Isu Femisida dan Berisiko Menimbulkan Korban Berlapis
Selain itu, hak-hak pemulihan mereka juga akan dijamin, dan tidak ada lagi perlindungan terhadap pelaku kekerasan seksual hanya karena memiliki jabatan atau pengaruh besar.
Melalui UU TPKS, negara telah menyediakan payung hukum yang diharapkan dapat adil bagi korban dan masyarakat.
UU ini memungkinkan masyarakat dan pemerintah bekerja sama untuk membantu mencegah dan melaporkan kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam implementasi UU TPKS, kampanye #PercayaKorban juga banyak dilakukan.
Artinya, kita sebagai bagian dari masyarakat turut membantu penghapusan rape culture di Indonesia.
Bukan itu saja, kita juga membantu menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.
Mudah-mudahan informasi di atas membuka wawasan Kawan Puan akan gentingnya persoalan kekerasan terhadap perempuan yang seperti fenomena gunung es.
Apabila kamu mengalami atau melihat orang lain mengalami, dorong dan dukung mereka melaporkan dengan menghubungi KemenPPPA di nomor 129 atau 021129, dan/atau WhatsApp: 08111129129.
(*)