Buah Hati Cut Intan Nabila Diduga Ikut Jadi Korban, Ini Dampak Jangka Panjang KDRT pada Anak

Arintha Widya - Rabu, 14 Agustus 2024
Dampak jangka pendek dan panjang KDRT pada anak, seperti dialami Cut Intan Nabila dan buah hati.
Dampak jangka pendek dan panjang KDRT pada anak, seperti dialami Cut Intan Nabila dan buah hati. salim hanzaz

Parapuan.co - Kawan Puan, baru-baru ini kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali dialami perempuan, yakni Cut Intan Nabila.

Mantan atlet anggar yang kini jadi selebgram, Cut Intan Nabila membagikan kisah pilunya menjadi korban KDRT oleh sang suami, Armor Toreador.

Tak lama setelah video KDRT yang dilakukan Armor Toreador viral di media sosial, suami Cut Intan Nabila tersebut kabarnya sudah diamankan kepolisian.

Dari video yang dibagikan Intan, rupanya bukan hanya dirinya yang menerima perlakuan kekerasan dari Armor.

Sang buah hati yang masih balita juga diduga ikut menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Terlepas dari kasus yang menimpa Cut Intan Nabila dan buah hatinya, KDRT jelas berdampak buruk pada anak, baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Dalam jangka panjang, berikut dampak negatif yang dapat dirasakan anak ketika menerima atau melihat KDRT di lingkungan tempatnya tumbuh seperti melansir Office on Women's Health!

Dampak Jangka Pendek KDRT pada Anak

Anak-anak yang tinggal di rumah di mana salah satu orang tua mengalami kekerasan mungkin merasa takut dan cemas.

Baca Juga: Berdampak Buruk bagi Fisik dan Mental, Kenali Jenis Kekerasan pada Anak

Mereka mungkin selalu waspada, bertanya-tanya kapan peristiwa kekerasan berikutnya akan terjadi.

Ini dapat menyebabkan anak-anak bereaksi dengan cara berbeda, tergantung pada usia mereka. Berikut uraiannya:

1. Anak-Anak Prasekolah

Anak-anak balita yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga mungkin mulai melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan ketika masih bayi, seperti mengompol, mengisap jempol, menangis lebih sering, dan merengek.

Mereka juga mungkin mengalami kesulitan tidur, menunjukkan tanda-tanda ketakutan seperti gagap atau bersembunyi, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan perpisahan yang parah.

2. Anak-Anak Usia Sekolah

Anak-anak dalam rentang usia ini mungkin merasa bersalah tentang kekerasan yang terjadi dan menyalahkan diri sendiri. KDRT merusak harga diri mereka.

Mereka mungkin tidak berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, nilai akademiknya buruk, memiliki lebih sedikit teman daripada yang lain, dan lebih sering terlibat masalah.

Secara fisik, kesehatan anak-anak yang menjadi korban atau melihat KDRT juga mungkin lebih sering mengalami sakit kepala dan sakit perut.

Baca Juga: Influencer Aniaya Balita di Daycare, Mengapa Seseorang Melakukan Kekerasan pada Anak?

3. Anak Usia Remaja

Remaja yang menyaksikan kekerasan mungkin bertindak negatif, seperti bertengkar dengan anggota keluarga atau bolos sekolah.

Mereka juga mungkin terlibat dalam perilaku berisiko atau melakukan tindakan-tindakan negatif, seperti:

  • Melakukan seks bebas atau berhubungan seks tanpa pengaman.
  • Mengonsumsi alkohol atau narkoba.
  • Memiliki harga diri yang rendah dan kesulitan menjalin pertemanan.
  • Kerap bertengkar atau menggertak orang lain.
  • Cenderung lebih mungkin terlibat dalam masalah hukum.

Perilaku seperti ini lebih umum terjadi pada remaja laki-laki yang mengalami kekerasan di masa kecil dibandingkan dengan remaja perempuan.

Pada remaja perempuan, mereka cenderung menarik diri dari pergaulan dan mengalami depresi.

Dampak Jangka Panjang KDRT pada Anak

Anak-anak yang menyaksikan atau menjadi korban KDRT di rumah cenderung akan masuk ke dalam hubungan yang abusif atau menjadi pelaku kekerasan saat dewasa.

Sebagai contoh berdasarkan riset McDonald, R., Jouriles, et. al dari Southern Methodist University
berjudul "Estimating the Number of American Children Living in Partner-Violent Families" pada 2006, seorang anak laki-laki yang melihat ibunya dianiaya memiliki kemungkinan 10 kali lebih besar untuk menganiaya pasangannya saat dewasa.

Sementara itu studi L. Cataldo Vargas dan S. Dickson (2005) berjudul "Domestic Violence and Children" dari American Counseling Association, mencatat seorang anak perempuan yang tumbuh di rumah di mana ayahnya menganiaya ibunya, memiliki kemungkinan lebih dari 6 kali lipat untuk mengalami pelecehan seksual dibandingkan dengan anak perempuan yang tumbuh di rumah yang tidak ada kekerasan.

Anak-anak yang menyaksikan atau menjadi korban kekerasan emosional, fisik, atau seksual berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan ketika mereka dewasa.

Ini dapat mencakup kondisi kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan; maupun kesehatan fisik semisal diabetes, obesitas, penyakit jantung, harga diri yang rendah, dan masalah lainnya.

Untuk itu, penting menciptakan lingkungan rumah tangga yang penuh kasih sayang agar anak-anak tumbuh dengan baik di masa depan.

Baca Juga: Bangun Tembok Perlindungan: Ini Peran Perempuan Mencegah Kekerasan pada Anak

(*)

Sumber: Women's Health
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Buah Hati Cut Intan Nabila Diduga Ikut Jadi Korban, Ini Dampak Jangka Panjang KDRT pada Anak