Parapuan.co - Kasus kekerasan seksual masih sering menempatkan perempuan sebagai korban utamanya.
Namun sayangnya, korban kekerasan seksual kerap enggan melaporkan kejadian yang dialami lantaran takut atau malu.
Di sisi lain, Polres Jakarta Utara menyampaikan bahwa korban kekerasan seksual untuk tidak takut melaporkan kekerasan seksual yang dialami ke polisi.
"Kita yakinkan bahwa laporan berkaitan dengan isu anak dan perempuan itu menjadi concern dari Polres Metro Jakarta Utara," ujar Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes (Pol) Gidion Arif Setyawan dilansir dari Kompas.com.
Terkait kasus kekerasan seksual, pihak kepolisian menyebut pihaknya berhasil menelusuri pelaku berdasarkan informasi di media sosial saja.
Lebih dalam, Gidion juga mengatakan bahwa perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual perlu mendapatkan penyembuhan dan pendampingan psikologis.
Apalagi setelah mengalami kejadian kekerasan seksual, korban sangat memungkinkan memiliki trauma yang juga berdampak pada masa depannya.
"Itu adalah pengembangan psikologis, trauma healing-nya, kemudian medical check-up-nya, itu yang kita lakukan pertama," imbuhnya.
Gidion berjanji akan terus mendorong kasus yang melibatkan anak dan perempuan hingga pada tahap persidangan.
Baca Juga: Tertuang dalam UU TPKS, Ini yang Termasuk Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik
"Kami ingin, korban kekerasan seksual bisa mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya di mata hukum," pungkasnya.
Penanganan Kasus yang Cukup Lambat
Terlepas dari himbaun kepolisian untuk melaporkan kekerasan seksual yang dialami korban, pada kenyataannya penanganan kasus kekerasan seksual cukup lambat atau bahkan tidak direspons sama sekali.
Misalnya saja pada kasus pemerkosaan remaja di Tangerang Selatan akhir 2021 lalu yang masih terus bergulir hingga Mei 2024.
Pada saat itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) turut menyoroti lambatnya penanganan pemerkosaan yang menimpa remaja berinisial MA (17).
"Jadi kalau kasus ini sudah dilaporkan dari tahun 2022 dan belum ada tindak lanjutnya, wajib ditindaklanjuti oleh pihak terkait," ucap Penjabat Sementara (Pjs) Ketua Komnas PA, Lia Latifah pada Senin (20/5/2024) dilansir dari Kompas.com.
Menurut Lia, jika terus dibiarkan berkeliaran, pelaku tidak akan merasa jera. Bahkan, pelaku yang diketahui berinisial H itu bisa saja mengulangi perbuatannya.
"Kalau hal-hal seperti ini didiamkan dan tidak ada tindak lanjutnya, tidak akan ada efek jera terhadap pelaku. Jadi pelaku mikirnya gini, 'paling tidak ditindaklanjuti'," tegasnya.
Baca Juga: Hambatan dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus
Mundur ke belakang, di tahun 2023, kasus kekerasan seksual terjadi di lingkup tenaga kesehatan di Solo. NI (30) diduga mengalami kekerasan seksual dari atasannya.
Penyedilikan kasus kekerasan seksual ini pun cukup lamban karena memakan waktu tiga bulan lamanya.
Pada saat itu, Gibran Rakabuming Raka selaku Walikota Solo yang masih menjabat, turut menyoroti kasus kekerasan seksual ini.
"Ini nanti saya cek. Nanti saya tindak lanjuti yang rumah sakitnya, sudah laporan kan. Tiga bulan lama banget itu (penetapan tersangka)," kata Gibran dikutip dari Kompas.com.
Apa yang terjadi pada MA dan NI hanya segelintir dari banyak kasus kekerasan seksual pada perempuan, namun menghadapi penanganan yang sangat lambat dari pihak kepolisian.
Padahal, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sudah tertera jelas bahwa korban dilindungi dan pelaku dapat dijera secara hukum.
Namun, di tengah perkembangan undang-undang yang semakin progresif, proses pelaporan justru masih rumit.
Korban kekerasan seksual sering kali harus melalui proses pelaporan yang panjang dan berbelit-belit, yang dapat menguras tenaga dan emosi.
Penting untuk diingat, kasus kekerasan terhadap perempuan adalah masalah serius.
Baca Juga: Korban KDRT Tidak Bisa Meninggalkan Pelaku? Bisa Jadi Alami Stockholm Syndrome
Penanganan cepat terhadap kasus-kasus ini sangat penting untuk memastikan keselamatan korban, mendapatkan keadilan, dan mencegah trauma lebih lanjut.
Selain melalui kepolisian, ada cara lain melaporkan kasus kekerasan seksual dengan cara:
Melalui Kementerian PPPA
Kamu bisa melaporkan KDRT ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melalui Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA129) di nomor (021-129) WhatsApp 0811 129 129.
Melalui Komnas Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) membuka layanan aduan bila mengalami dan mengetahui KDRT.
Bisa melalui kanal mereka, telepon: 021-3903963, E-mail pengaduan: pengaduan@komnasperempuan.go.id.
(*)
Baca Juga: Berdampak Buruk bagi Fisik dan Mental, Kenali Jenis Kekerasan pada Anak