Memahami Gentingnya Fenomena Molka di Korea Usai Dugaan Kejahatan Seksual Taeil Eks NCT

Arintha Widya - Jumat, 30 Agustus 2024
Dugaan kejahatan seksual dilakukan Taeil eks NCT, pahami gentingnya fenomena Molka di Korea Selatan.
Dugaan kejahatan seksual dilakukan Taeil eks NCT, pahami gentingnya fenomena Molka di Korea Selatan. Kolase: Pinterest; iStock (estherpoon)

Parapuan.co - Kawan Puan, baru-baru ini panggung musik Kpop dikejutkan dengan keluarnya Moon Taeil NCT dari grup dan SM Entertainment.

SM Entertainment mengumumkan secara resmi keluarnya Taeil NCT, diduga buntut kejahatan seksual yang dilakukannya.

Mengutip Tribunnews, belakangan ini Taeil memang sedang dalam proses penyelidikan pelecehan seksual Molka atau mollae camera (spy cam atau kamera tersembunyi.

Sejumlah fakta terungkap dalam penyelidikan ini, salah satunya bahwa Taeil diduga telah memasang kamera tersembunyi hampir di setiap sudut rumah korbannya.

Fenomena Molka di Korea Selatan bisa dibilang memang bukan hal baru. Namun, belakangan ramai diperbincangkan karena sejumlah selebriti terlibat.

Molka sempat membuat heboh setelah terungkapnya skandal kasus Burning Sun. Kini, kembali diperbincangkan gara-gara kasus Taeil.

Kasus kejahatan seksual dengan Molka tentu sangat mengkhawatirkan, terlebih bagi perempuan.

Pasalnya, perekaman ilegal dari Molka bukan hanya ancaman bagi privasi individu, tetapi juga mencerminkan kondisi ketidaksetaraan gender di Korea.

Molka adalah istilah yang digunakan di Korea Selatan untuk merujuk pada tindakan perekaman rahasia menggunakan kamera tersembunyi, yang sering kali dilakukan di tempat umum seperti toilet, ruang ganti, dan hotel.

Baca Juga: Viral di TikTok Soal Molka di Skandal Burning Sun, Ini Cara Mendeteksi Kamera Tersembunyi

Target utamanya perempuan, dan video yang diambil secara ilegal ini sering kali diunggah ke situs web di mana orang-orang membayar untuk mengaksesnya.

Fenomena ini telah menyebabkan trauma yang mendalam bagi banyak perempuan di Korea Selatan.

Mengutip Time, dalam kurun waktu antara 2013 dan 2018, lebih dari 30.000 kasus perekaman dengan kamera tersembunyi dilaporkan kepada polisi, menurut laporan media.

Namun, jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi mengingat banyak korban yang merasa takut atau malu untuk melaporkannya.

Dampak Sosial dan Tanggapan Masyarakat

Kasus-kasus Molka telah memicu kemarahan publik yang luar biasa, khususnya pada 2018 lalu.

Kala itu, ribuan perempuan turun ke jalan di Seoul dengan membawa spanduk bertuliskan "My life is not your porn" (Hidupku bukan pornomu) sebagai bentuk protes terhadap perekaman ilegal.

Aksi protes ini memaksa pemerintah Korea Selatan untuk melakukan reformasi hukum, termasuk memperkenalkan undang-undang yang memperberat hukuman bagi pelaku dan memberikan dukungan lebih kepada korban.

Kendati demikian, perjuangan mendapatkan keadilan masih jauh dari selesai. Terlebih jika melihat kasus kejahatan seksual Molka yang menginvestigasi Taeil.

Baca Juga: Begini Cara Mengelola Trauma untuk Korban Kekerasan pada Perempuan

Laporan Human Rights Watch (HRW) pada tahun 2021 seperti dalam catatan Time, menyebutkan bahwa 43,5 persen kasus kejahatan seksual digital di Korea Selatan tidak dilanjutkan ke pengadilan oleh jaksa.

Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kendala besar dalam sistem hukum yang membuat banyak korban merasa tidak mendapatkan keadilan.

Mengapa Molka Begitu Merajalela di Korea Selatan?

Fenomena Molka di Korea Selatan tidak terlepas dari rendahnya kesadaran tentang kesetaraan gender.

Meski Korea Selatan dikenal sebagai negara maju dengan budaya populer yang mendunia, indeks kesetaraan gendernya disebut berada di posisi terendah di antara negara-negara maju lain.

Ketidaksetaraan ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam respons terhadap kejahatan seksual.

Banyak yang percaya bahwa budaya patriarki yang kuat dan pandangan tradisional tentang peran gender berkontribusi terhadap tingginya angka kejahatan seksual, termasuk Molka.

Selain itu, kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang kesetaraan gender di masyarakat juga memperparah masalah ini.

Dugaan kasus yang melibatkan Taeil eks NCT mungkin hanya puncak dari gunung es yang lebih besar dalam konteks kejahatan seksual digital di Korea Selatan.

Molka bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah sosial yang mencerminkan ketidaksetaraan gender yang mendalam.

Kasus ini harus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa privasi dan martabat setiap individu harus dilindungi tanpa kecuali.

Baca Juga: Kejahatan Seksual seperti Sextortion Terjadi di Kampus, Bagaimana Mengatasinya?

(*)

Sumber: Time
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Ada Budi Pekerti, Ini 3 Film Indonesia Populer yang Bertema Guru