Nama Ibu di Ijazah: Langkah Kemendikbudristek dan Komnas Perempuan Atasi Bias Gender

Arintha Widya - Rabu, 25 September 2024
Komnas Perempuan dan Kemendikbudristek membahas pencantuman nama ibu di ijazah.
Komnas Perempuan dan Kemendikbudristek membahas pencantuman nama ibu di ijazah. Bill Oxford

Parapuan.co - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) belum lama ini mengadakan dialog mengenai kebijakan pencantuman nama ibu dalam ijazah.

Pertemuan ini diadakan di Kantor Kemendikbudristek, di mana Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti, menyambut kehadiran Komnas Perempuan pada akhir Agustus 2024.

Suharti menegaskan bahwa pencantuman nama ibu dalam ijazah merupakan bagian dari tanggung jawab Kemendikbudristek, sambil merujuk pada petisi yang diajukan pada tahun 2021 yang sempat menjadi perhatian publik.

Sekadar informasi, tahun 2021 lalu sempat muncul petisi agar nama ibu bisa dicantumkan pada ijazah, terutama adalah untuk single mom (ibu tunggal).

Terkait hal tersebut, Ketua Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, mengapresiasi diterbitkannya Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek No. 28 Tahun 2021, yang membuka peluang untuk mencantumkan nama ayah, ibu, atau wali pada ijazah siswa.

Kebijakan ini dianggap penting bagi keluarga dengan orang tua tunggal, khususnya ibu, untuk mendapatkan pengakuan dalam dokumen pendidikan anak.

Namun, melalui siaran pers di laman resminya, Komnas Perempuan juga mencatat adanya hambatan dalam pelaksanaan surat edaran tersebut.

Temuan menunjukkan bahwa bias gender masih terjadi, di mana nama ayah lebih sering dicantumkan dalam acara pelepasan siswa, sementara peran ibu sering kali terabaikan.

Rencana Digitalisasi Ijazah dan Tantangannya

Baca Juga: 4 Kalimat Seksis yang Sering Diterima Perempuan Sehari-Hari

 

Merespons temuan ini, Kemendikbudristek mengumumkan bahwa mereka tengah menyusun rancangan peraturan menteri yang akan memperbarui format ijazah, di mana nama orang tua tidak lagi dicantumkan secara langsung.

Kepala Biro Hukum Kemendikbudristek, Ineke Indraswati, menyatakan bahwa peraturan baru ini akan diterapkan mulai tahun ajaran mendatang, di mana ijazah akan diintegrasikan dengan sistem digitalisasi.

Informasi seperti nomor ijazah, nama siswa, tempat dan tanggal lahir, nomor induk siswa nasional (NISN), sekolah, dan nomor pokok sekolah nasional (NPSN) akan menjadi bagian dari format baru.

Sementara itu, untuk data orang tua siswa, akan tetap tersimpan dalam database pendidikan, tetapi tidak ditampilkan di ijazah.

Digitalisasi ini diharapkan dapat mengatasi berbagai tantangan, seperti potensi penyalahgunaan blangko ijazah yang rusak, serta menghindari kesalahan penulisan nama yang sering terjadi setiap tahunnya.

Sistem ini juga dianggap lebih aman karena setiap siswa hanya memiliki satu nomor induk yang unik.

"Dengan ijazah digital, setiap siswa hanya akan memiliki satu nomor induk, yang juga meningkatkan aspek keamanan," jelas Ineke Indraswati, Kepala Biro Hukum Kemendikbudristek.

Keputusan untuk tidak mencantumkan nama orang tua di ijazah juga mengikuti kebijakan yang berlaku di sejumlah perguruan tinggi dan beberapa negara lain.

"Ini juga untuk mengantisipasi kesalahan penulisan nama yang sering terjadi setiap tahun jika tidak menggunakan sistem digital," tambah Suharti.

Baca Juga: Pentingnya Mematahkan Bias Gender hingga Stereotip Terhadap Perempuan

Kemendikbudristek dan Komnas Perempuan susun langkah atasi bias gender dalam pendidikan.
Kemendikbudristek dan Komnas Perempuan susun langkah atasi bias gender dalam pendidikan. Siaran pers Komnas Perempuan

Langkah Melawan Bias Gender dalam Pendidikan

Meski nama orang tua tidak akan lagi tercantum dalam ijazah fisik, Komnas Perempuan tetap mendorong Kemendikbudristek untuk menghapus praktik-praktik bias gender di sekolah.

Menurut Alimatul Qibtiyah, pencantuman nama ibu, terutama dalam konteks keluarga dengan orang tua tunggal, merupakan langkah penting dalam pengakuan peran ibu dalam pendidikan anak.

Ia berharap bahwa rancangan peraturan ini memperkuat perspektif gender dalam kebijakan pendidikan nasional, sehingga peran ibu dapat diakui secara lebih proporsional.

Kerja sama antara Komnas Perempuan dan Kemendikbudristek diharapkan dapat membuka jalan menuju sistem pendidikan yang lebih inklusif dan setara gender.

Dengan demikian, setiap individu, baik ayah maupun ibu, memiliki pengakuan yang setara dalam kehidupan pendidikan anak.

Itulah tadi langkah dalam mengatasi bias gender di dunia pendidikan yang tengah diusahakan oleh Kemendikbudristek dan Komnas Perempuan.

Bagaimana menurut Kawan Puan tentang langkah tersebut?

Baca Juga: Mengenal NatSecGirlSquad, Komunitas yang Berdayakan Perempuan di Bidang Keamanan Nasional

(*)

Sumber: Komnas Perempuan
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Jadi Film Eksorsisme Pertama di Indonesia, Begini Sinopsis Film Kuasa Gelap