Parapuan.co - Kawan Puan, baru-baru ini viral di berbagai media massa elektronik dan media sosial tentang kasus pemerkosaan Gisele Pelicot (72 tahun).
Nama Gisele Pelicot mencuri perhatian masyarakat hampir di seluruh dunia saat sedang menjalani persidangan kasus pemerkosaan yang pernah menimpanya.
Mirisnya, pemerkosaan yang Gisele Pelicot alami melibatkan sang mantan suami, Dominique Pelicot (71 tahun).
Berikut ringkasan kasus pemerkosaan Gisele Pelicot yang telah diakui oleh Dominique dan puluhan tersangka lain seperti merangkum The Guardian!
Ringkasan Kasus Pemerkosaan terhadap Gisele Pelicot
Dalam persidangan yang sedang berjalan, terungkap bahwa Dominique Pelicot, bersama 50 pria lainnya, memperkosa Gisele selama hampir satu dekade, dari 2011 hingga 2020.
Kasus ini mengejutkan publik Prancis dan memicu diskusi tentang pentingnya kesadaran terhadap batasan seksual dan kekerasan berbasis gender.
Terutama, mengenai pentingnya persetujuan dari perempuan dalam hubungan intim, bahkan dalam kehidupan pernikahan sekalipun.
Di pengadilan, Gisele mengungkapkan dirinya tidak pernah memberikan persetujuan untuk tindakan seksual yang dilakukan terhadapnya.
Baca Juga: Lady Gaga Ungkap Alami Psychotic Break Pasca Pemerkosaan, Apa Itu?
Sebelum kasus yang dialami Gisele terungkap, Dominique Pelicot ditangkap polisi pada tahun 2020 lantaran mengambil foto di bawah rok seorang perempuan.
Akibatnya, polisi memeriksa ponsel dan komputer Dominique dan menemukan ribuan foto dan video Gisele dilecehkan oleh banyak laki-laki.
Di pengadilan, Dominique pun mengakui bahwa dia secara sistematis memberi Gisele obat-obatan yang membuatnya kehilangan kesadaran.
"Tidak pernah, bahkan untuk sedetik pun, memberi persetujuan kepada suami atau pria-pria tersebut. Tidak ada jenis pemerkosaan yang berbeda. Pemerkosaan adalah pemerkosaan," kata Gisele di ruang sidang.
Kasus Gisele Pelicot yang viral di Paris menjadi pengingat akan pentingnya pemahaman tentang persetujuan seksual dalam hubungan apapun.
Tanpa ada persetujuan dari pihak kedua, maka suatu tindakan bisa dikategorikan sebagai pelecehan atau kekerasan seksual.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan psikolog klinis dewasa, Tiara dalam webinar bertajuk "Consent & Sexual Abuse" pada Desember 2020 lalu seperti melansir Kompas.com.
Persetujuan atau consent yang berkaitan dengan aktivitas seksual adalah persetujuan afirmatis yang diberikan secara sadar dan sukarela.
Seseorang yang memberikan persetujuan harus dalam keadaan tidak sedang dihasut atau diancam untuk terlibat dalam aktivitas seksual atau nonseksual.
Baca Juga: Mengenal Tonic Immobility, Kondisi Tubuh saat Seseorang Alami Pemerkosaan
Berikut adalah beberapa poin penting mengenai persetujuan seksual yang perlu dipahami:
1. Persetujuan harus diberikan secara sadar, sukarela, dan tidak dalam kondisi terancam atau di bawah pengaruh zat tertentu.
Jika seseorang setuju karena dipaksa atau diancam, hal itu tidak termasuk persetujuan yang sah, dan tetap merupakan bentuk pelecehan atau kekerasan seksual.
Persetujuan juga tidak bisa diberikan ketika seseorang sedang dalam keadaan tidak sadar, di bawah pengaruh alkohol, atau dalam kondisi emosional yang sangat buruk.
2. Persetujuan dapat ditarik kembali kapan saja dan tidak otomatis berlaku untuk semua jenis aktivitas seksual.
Misalnya, seseorang bisa setuju untuk melakukan satu jenis aktivitas, seperti berciuman, tetapi menolak untuk melanjutkan ke aktivitas lain.
Jika dipaksa melakukan sesuatu yang tidak disetujui sebelumnya, itu termasuk dalam kekerasan seksual.
3. Kedua belah pihak harus memahami maksud dan tujuan dari aktivitas seksual yang dilakukan.
Persetujuan tidak boleh diberikan karena iming-iming atau janji hadiah yang dapat menekan seseorang untuk melakukan tindakan seksual sebagai balasan.
4.Persetujuan tidak selalu harus diucapkan secara verbal, namun harus ditunjukkan melalui antusiasme.
Jika seseorang menolak atau menghindar, itu berarti persetujuan tidak diberikan, meskipun tidak dinyatakan secara langsung.
Baca Juga: Apa Itu Consent? Pahami Agar Terhindar dari Kekerasan dalam Hubungan
(*)