Seberapa Besar Partisipasi Perempuan di Bursa Calon Pemimpin Daerah Pilkada 2024?

Citra Narada Putri - Senin, 30 September 2024
Partisipasi perempuan dalam Pilkada 2024.
Partisipasi perempuan dalam Pilkada 2024. (Gleb Kosarenko/iStockphoto)

Parapuan.co - Masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 telah dimulai sejak 25 September lalu.

Seperti tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Uumum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024, pelaksanaan kampanye Pilkada 2024 dilaksanakan selama hampir 60 hari, mulai 25 September hingga 23 November 2024.

Para pasangan calon (paslon) pemimpin daerah ini pun akan bertarung pada 27 November 2024 secara serentak.

Pemilihan ini akan digelar serentak di 545 daerah di seluruh Indonesia, mencakup 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.

Dimana Pilkada 2024 mencatat jumlah peserta yang cukup tinggi dengan 1.518 paslon yang telah mendaftar.

Di antara ribuan paslon yang siap bertarung, seberapa besar partisipasi perempuan dalam bursa calon pemimpin daerah?

Melansir dari Kompas.id, ternyata komposisi perempuan sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah hanya 10 persen dari seluruh calon.

Lebih tepatnya, hanya sebanyak 306 orang calon pemimpin daerah perempuan di antara dominasi laki-laki sebanyak 2.730 orang (90 persen).

Lebih rinci, dari 306 perempuan yang maju pada Pilkada 2024, sebanyak 7 orang adalah calon gubernur, 11 orang calon wakil gubernur, 106 orang calon bupati, 103 orang calon wakil bupati, dan 34 orang calon wali kota dengan 45 orang calon wakil wali kota.

Baca Juga: Sosok Dyah Roro Esti, Srikandi untuk Negeri Bidang Energi yang Juga Politisi

Pilkada memang seharusnya menjadi ajang yang inklusif, yang bisa membuka ruang bagi berbagai latar belakang calon, termasuk perempuan.

Melalui kontestasi ini, perempuan dapat menunjukkan kapasitas kepemimpinannya dan berkontribusi secara langsung dalam membangun daerah.

Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pilkada 2015 mencatat ada 124 perempuan yang mencalonkan diri.

Dari total 1.646 calon di 264 daerah, komposisinya sekitar 7,5 persen.

Kemudian pada Pilkada 2017, jumlah daerah yang melakukan pilkada serentak hanya 101 daerah.

Hal ini membuat calon kepala daerah dari kelompok perempuan juga turun dengan hanya 44 calon yang maju dari 614 calon, komposisinya sekitar 7,2 persen.

Pilkada Serentak 2018 yang digelar di 171 daerah, calon perempuan turut meningkat menjadi 101 orang (8,2 persen) dari 1.140 calon yang mendaftar.

Berikutnya tren partisipasi politik perempuan dalam pilkada meningkat lagi di tahun 2020 ketika pilkada serentak digelar di 270 daerah dengan 1.549 calon.

Baca Juga: Musim Kampanye Pilkada, KPU Rilis Film Tepatilah Janji yang Tayang Terbatas

Tercatat 161 perempuan (11 persen) yang terdaftar sebagai calon kepala daerah atau wakilnya kala itu.

Sebenarnya, jika dilihat dari jumlah calon perempuan pada Pilkada 2024, meningkat drastis sebesar 90 persen dibandingkan Pilkada 2020, dari 161 menjadi 306 orang.

Kendati demikian, proporsi calon perempuan dalam pilkada tahun ini hanya mencapai 10 persen, mengalami penurunan sebesar 1 persen dibandingkan sebelumnya.

Data ini menunjukkan bahwa partisipasi politik perempuan masih stagnan dan belum mencapai kesetaraan gender yang diharapkan.

Bahkan, meski banyak negara, termasuk Indonesia, telah meratifikasi CEDAW dan memiliki kebijakan kuota 30 persen perempuan di parlemen, implementasinya masih jauh dari memuaskan.

Partai politik di Indonesia, misalnya, banyak yang belum memenuhi ketentuan tersebut.

Padahal, menurut hasil penelitian bersama Westminster Foundation for Democracy dan Global Institute for Women’s Leadership di King’s College London (2021) menegaskan pentingnya peran perempuan dalam demokrasi.

Melalui analisis komprehensif terhadap lebih dari 500 studi, laporan ini menunjukkan bahwa pemimpin perempuan cenderung mengadopsi gaya kepemimpinan yang lebih kolaboratif dan inklusif.

Pada gilirannya dapat mendorong terwujudnya kesejahteraan dan kesetaraan gender di masyarakat.

Baca Juga: Pentingnya Menjaga Warisan Kesetaraan Gender Dimulai dari Tingkat Pendidikan Tinggi

Penting untuk diingat bahwa gaya kepemimpinan ini dianggap sebagai kunci dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Maka dari itu, dibutuhkan perubahan transformatif yang mencakup penerapan kebijakan yang berpihak kepada perempuan untuk mencapai kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam politik.

(*)



REKOMENDASI HARI INI

Potongan Adegan Viral di TikTok, Ternyata Begini Sinopsis Film Sumala