Mengapa Perempuan Modern Menolak Peran sebagai Ibu dan Pengasuh?

Arintha Widya - Jumat, 4 Oktober 2024
Inikah alasan perempuan modern menolak peran sebagai ibu dan pengasuh dalam keluarga?
Inikah alasan perempuan modern menolak peran sebagai ibu dan pengasuh dalam keluarga? PrathanChorruangsak

Parapuan.co - Sebagian dari Kawan Puan mungkin sempat mendengar tentang studi yang mencatat bahwa 45 persen perempuan di tahun 2030 memilih single dan childless.

Artinya di tahun 2030 mendatang, semakin banyak perempuan modern menolak peran sebagai ibu dan pengasuh atau caretaker, baik bagi anak maupun keluarga.

Apakah kamu juga berpikiran sama? Jika iya, apakah kamu memahami dengan baik penyebabnya?

Mengutip Your Tango dari kontributor Ossiana Tepfenhart yang seorang penulis dan founder situs personal finance Ragged Riches, inilah kemungkinan alasan perempuan makin menolak peran sebagai ibu dan pengasuh!

Mengapa Perempuan Modern Semakin Enggan Jadi Ibu dan Pengasuh?

Dalam beberapa dekade terakhir, perempuan bisa dibilang semakin merasa tertekan dan terpaksa menerima mitos tentang peran sebagai ibu dan pengasuh.

Perempuan dituntut harus menikah setelah lulus kuliah, punya anak setelah menikah, menikah di usia tertentu, dan sebagainya dengan beragam tekanan lain di berbagai tipe masyarakat.

Padahal, menjadi ibu boleh jadi bukan untuk semua perempuan. Menjadi orang tua juga bukan untuk semua pasangan.

Orang tua kita terdahulu mungkin banyak yang bilang, "menikah dan punya anak itu kodrat perempuan", "perempuan harus pandai mengurus anak dan suami", dan sebagainya.

Baca Juga: Jadi Ibu Bukan Penghalang Karier, Meutya Hafid Buktikan dengan Hal Ini

Faktanya, proses melahirkan bisa sangat menyakitkan, dan peran sebagai ibu dapat membuat perempuan menempatkan impian pribadinya di urutan terakhir.

Lebih dari itu, seorang perempuan sering kali lebih dikenal sebagai "ibunya si A" dan "istrinya si B" daripada diakui sebagai individu yang utuh dalam masyarakat.

Sebagian perempuan juga kerap dihakimi dengan keras dalam masyarakat yang juga tidak mendukung peran mereka sebagai ibu.

Meskipun banyak perempuan yang masih menemukan kebahagiaan dalam peran sebagai istri dan ibu, semakin banyak perempuan modern yang mulai menolak peran tradisional ini.

Mereka lebih memilih untuk fokus pada tujuan hidup sendiri, terutama setelah melihat generasi ibu mereka berkorban untuk orang lain tanpa mendapatkan penghargaan yang setimpal.

Mitos Besar tentang Keibuan

Masyarakat selama ini membangun serangkaian kebohongan tentang keibuan yang memaksa perempuan untuk mengambil peran ini, di antaranya:

  • melahirkan tidak seburuk yang dibayangkan
  • setiap perempuan akan mencintai anaknya
  • semua perempuan harus menjadi ibu karena itu adalah hal yang indah
  • perempuan yang tidak ingin punya anak tidak akan diinginkan oleh laki-laki

Mitos-mitos ini disebut menempatkan tekanan yang besar pada perempuan untuk berperan sebagai ibu.

Ketidakadilan dalam Peran Pengasuh

Baca Juga: 4 Tips Jalani Peran Sebagai Ibu Modern Serba Bisa ala Ayudia

Masyarakat semakin menunjukkan ketidakadilan dalam tuntutan terhadap perempuan.

Standar kecantikan yang semakin tinggi, tanggung jawab rumah tangga, dan kebutuhan untuk berkontribusi secara finansial telah menjadi beban besar bagi perempuan.

Tuntutan ini tidak hanya meningkat dalam hal fisik dan penampilan, tetapi juga dalam pengasuhan anak.

Statistik Census Bureau mencatat, ada peningkatan dalam jumlah waktu yang dihabiskan seorang ibu bersama anaknya sebanyak 140 persen sejak tahun 1960-an hingga 2022 di Amerika.

Biaya mengasuh dan membesarkan anak semakin besar, perempuan sering melewati rasa sakit tanpa fasilitas yang memadai, dan berbagai tekanan lainnya.

Keterlibatan Perempuan dalam Karier dan Penurunan Minat Menjadi Pengasuh

Seiring waktu, perempuan modern menyadari bahwa mereka bisa saja diperlakukan tidak adil dalam dua peran tradisional sebagai ibu dan pengasuh.

Mereka yang memilih untuk menjadi ibu rumah tangga sering kali dicap sebagai pemalas, sedangkan yang bekerja disebut sebagai ibu yang tidak peduli pada anak-anak mereka.

Di sisi lain, perempuan kini tidak hanya diharapkan untuk menjadi pengasuh yang baik, tetapi juga pencari nafkah utama dalam keluarga.

Baca Juga: Inge Anugrah Ingatkan agar Perempuan Berdaya, Bekerja, dan Asah Skill

Dengan tuntutan yang terus meningkat dan sedikitnya dukungan dari masyarakat, banyak perempuan modern yang mulai bertanya, "Mengapa mereka harus terus berperan sebagai pengasuh jika tidak dihargai?"

Akibatnya, semakin banyak perempuan yang menolak peran tradisional ini demi menghindari menjadi warga negara kelas tiga.

Penolakan terhadap Peran Ibu dan Pengasuh

Perempuan masa kini banyak yang tidak lagi tertarik untuk memiliki anak, menyebabkan angka kelahiran menurun di berbagai negara, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.

Selain itu, banyak perempuan yang tidak lagi tertarik untuk berkencan atau hidup bersama laki-laki karena beban kerja mereka meningkat drastis.

Dampak Penolakan Perempuan terhadap Masyarakat

Penolakan perempuan terhadap peran sebagai pengasuh, ibu, dan istri mulai membuat banyak pihak khawatir.

Banyak laki-laki yang merasa kesulitan menemukan pasangan yang bersedia menerima peran tradisional ini.

Fenomena ini kemungkinan besar bukan hanya tren sesaat, tetapi bisa saja menjadi norma baru.

Perempuan modern kini lebih fokus pada karier dan kehidupannya, dan tidak lagi merasa perlu memenuhi harapan masyarakat yang tidak memberikan penghargaan yang layak.

Perubahan sikap ini menunjukkan bahwa perempuan modern tidak lagi mau menjadi tumpuan masyarakat yang tidak menghargai peran mereka.

Mereka telah mulai mengambil kendali atas hidupnya sendiri, menolak peran pengasuh yang selama ini dibebankan kepada mereka tanpa imbalan yang setimpal.

Mungkinkah Kawan Puan yang tidak terpikir untuk menikah dan punya anak juga merasakan hal yang sama?

Baca Juga: Berjuang dalam Karier dan Keluarga, Riset Ungkap Perempuan Lebih Supportif ke Pasangan

(*)

Sumber: Your Tango
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Selain Lembayung, Ini Sinopsis Film Kisah Nyata Horor yang Tayang Oktober