Parapuan.co - Penanganan dan penghapusan kekerasan berbasis gender (KBG) pada perempuan memang membutuhkan campur tangan banyak pihak.
Dalam hal ini, laki-laki juga punya peran yang penting dalam upaya penghapusan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Hal itu disampaikan oleh Siti Mazumah Koordinator Nasional Forum Pengada Layanan (FPL) bagi Perempuan Korban Kekerasan di Indonesia.
Siti Mazumah memaparkan tentang topik tersebut ketika menjadi salah satu pembicara dalam Konferensi Pengetahuan dari Perempuan IV yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan pada 17-19 September 2024.
Dalam materinya berjudul "Memajukan Inovasi untuk Transformasi Sosial dalam Mengatasi Kekerasan Berbasis Gender", Siti Mazumah menyinggung mengenai tantangan dan pentingnya peran laki-laki menangani hingga menghapuskan KBG. Berikut informasinya!
Tantangan Memfasilitasi Korban KBG Perempuan
Siti Mazumah menjelaskan, kekerasan berbasis gender terhadap perempuan masih sering dianggap aib.
Anggapan semacam ini membuat sebagian besar perempuan enggan untuk lapor karena merasa malu hingga pesimis laporannya tidak diterima.
"Kekerasan berbasis gender ini masih dianggap aib, jadi kemudian banyak korban enggan untuk lapor," kata Siti Mazumah.
Baca Juga: Bentuk-Bentuk Eksploitasi Seksual, Jadi PR Penanganan Kekerasan Berbasis Gender
Siti Mazumah juga mengatakan, "Kalaupun punya keberanian untuk lapor, biasanya kasusnya tidak sampai dengan proses hukum."
Tantangan kedua, yaitu penegakan hukum yang belum adil gender, bahkan meski sudah ada undang-undang yang terkait KBG pada perempuan.
Sebut saja Undang-Undang (UU) Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Walaupun kita sudah punya undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang sudah dua dekade, untuk penanganan kasus sendiri masih belum rata, bagaimana penegakan hukum yang adil gender, masih ada reviktimisasi, laporan yang tidak diterima," ungkap Siti Mazumah.
Oleh sebab itu, pihaknya bersama FPL menyambut baik inisiasi Mabes Polri yang sedang merencanakan pembuatan direktorat perlindungan perempuan dan anak.
"Kami berhadap pintu pertama penegakan hukum kekerasan berbasis gender mengalami peningkatan. Tidak harus menunggu viral dulu baru kepolisian bertindak," imbuhnya.
Praktik Baik dan Inovasi Penanganan KBG dan Pemulihan Korban
Lebih lanjut, Siti Mazumah juga menjelaskan mengenai berbagai usaha yang diadvokasi oleh FLP dalam upaya penanganan dan penghapusan KBG pada perempuan.
Salah satunya ialah melibatkan laki-laki melalui pembentukan komunitas, seperti yang dilakukan SAPA Institut Bandung.
Baca Juga: 11 Isu Darurat Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan yang Teridentifikasi
SAPA Institut Bandung menginisiasi pembentukan Komunitas Bale Laki-Laki, di mana para pria dapat berdiskusi dalam upaya penghapusan kekerasan berbasis gender.
"FPL tidak hanya menjadi 'pemadam kebakaran' dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan," terang Siti Mazumah.
"Karena sebagian besar pelaku kekerasan adalah laki-laki, kami juga melakukan upaya bagaimana pelibatan laki-laki dalam upaya penghapusan kekerasan berbasis gender," tuturnya lagi.
Dalam hal ini, Komunitas Bale Laki-Laki banyak mengadakan diskusi secara terbuka untuk melakukan penyadaran bahwa tindakan kekerasan dalam bentuk apapun kepada siapapun, terlebih perempuan dan anak, tidak dibenarkan.
Komunitas juga mengadvokasi rehabilitasi bagi pelaku kekerasan, sehingga dapat memperbaiki perilakunya setelah menerima hukuman pidana.
"Ada konseling bagi pelaku KDRT, rehabilitasi bagi pelaku. Jadi pelaku diberikan pidana tambahan berupa rehabilitasi seperti contohnya kasus Dokter Qory," ucap Siti Mazumah.
Sekadar informasi, Dokter Qory adalah perempuan yang mengalami kekerasan dari suami beberapa waktu lalu.
Suami Dokter Qory tidak hanya dihukum, tetapi juga direhabilitasi dan diberikan konseling dengan harapan tidak lagi melakukan perbuatan yang sama seperti sebelumnya.
Baca Juga: Praktik Impunitas dan Berbagai Tantangan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
(*)