Dampak Kekerasan Berbasis Gender terhadap Kesehatan Mental Perempuan

Arintha Widya - Kamis, 10 Oktober 2024
Dampak kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap kesehatan mental perempuan.
Dampak kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap kesehatan mental perempuan. ipopba

Parapuan.co - Kekerasan berbasis gender merupakan salah satu isu global yang mempengaruhi perempuan, termasuk pada kesehatan mental.

Dalam banyak kasus, perempuan lebih mungkin menghadapi kekerasan berbasis gender serta ketidakseimbangan kekuasaan, yang pada akhirnya meningkatkan risiko mereka mengalami masalah kesehatan mental.

Menurut penelitian sebagaimana mengutip European Institute for Gender Equality, kekerasan menjadi kontributor utama dalam perbedaan kesehatan mental yang buruk berdasarkan gender (Oram et al., 2017).

WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan Canadian Women's Foundation seperti dilansir dari Canadian Women juga menegaskan:

"Kekerasan mempengaruhi kesehatan mental, yang pada gilirannya mempengaruhi semua aspek kesehatan dan kesejahteraan."

Merangkum sumber-sumber tersebut di atas, berikut ini dampak kekerasan berbasis gender terhadap kesehatan mental perempuan!

Dampak Kekerasan terhadap Kesehatan Mental Perempuan

Berbagai bentuk kekerasan berbasis gender secara konsisten menyebabkan masalah kesehatan mental yang serius, termasuk kecemasan, depresi, bunuh diri, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan penyalahgunaan zat (Escribà-Agüir et al., 2010; Ferrari et al., 2016; Riedl et al., 2019).

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa "kesehatan mental adalah komponen integral dan esensial dari kesehatan... promosi, perlindungan, dan pemulihan kesehatan mental dapat dianggap sebagai perhatian vital bagi individu, komunitas, dan masyarakat di seluruh dunia."

Baca Juga: Jessie J Didiagnosis ADHD, Begini Cara Mendukung Perempuan dengan Masalah Kesehatan Mental

Studi Shana Conroy, Canadian Centre for Justice and Community Safety Statistics, menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan mengalami dampak emosional negatif dari kekerasan pasangan.

Kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan dari pasangannya disebut menyebabkan isolasi, depresi, serangan kecemasan, bahkan pemikiran untuk bunuh diri.

Mengutip laporan "Report on Violence Against Women, Mental Health and Substance Use" (2011), sebanyak 50 persen perempuan yang pernah mengalami kekerasan juga telah menerima diagnosis terkait kesehatan mental.

Lebih lanjut, perempuan dengan disabilitas terkait kesehatan mental lebih mungkin mengalami kekerasan dibandingkan laki-laki dengan kondisi serupa, terutama kekerasan seksual.

Risiko depresi, PTSD, penyalahgunaan zat, atau kecenderungan bunuh diri tiga hingga lima kali lebih tinggi pada perempuan yang pernah mengalami kekerasan.

Laporan yang sama mencatat pula bahwa lebih dari separuh perempuan yang berlindung di Canadian Women's Foundation mengalami depresi berat, dan lebih dari 33 persen menghadapi PTSD (gangguan stres pascatrauma).

Tantangan dalam Mengakses Layanan Kesehatan Mental

Tidak mengaitkan kesehatan mental dengan kekerasan bisa membuat perempuan salah diagnosis atau tidak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

Perempuan yang mengalami kekerasan dan menerima diagnosis terkait kesehatan mental sering kali diberi label sebagai "sulit untuk diajak bekerja sama", sehingga mereka bisa saja ditolak oleh layanan yang ada.

Baca Juga: Perempuan Kerja Harus Tahu 5 Cara Menjaga Kesehatan Mental di Kantor

Beberapa layanan bahkan mewajibkan klien untuk "bersih dan sadar" sebelum menerima bantuan, yang merupakan tantangan besar bagi mereka yang menggunakan obat untuk mengatasi dampak kekerasan.

Efek samping dari pengobatan untuk masalah kesehatan mental juga dapat memperburuk trauma.

Sebagai contoh, obat anti-kecemasan dapat mengurangi kemampuan perempuan untuk menilai keselamatan dirinya, yang memperparah kondisi mereka.

Stigma terkait kekerasan berbasis gender dan masalah kesehatan mental juga dapat menghalangi korban untuk berbagi pengalaman, melaporkan insiden, atau mencari dukungan.

Ketakutan akan kehilangan hak asuh anak menjadi salah satu alasan utama mengapa banyak perempuan, terutama yang sudah menikah, memilih untuk tidak mengungkapkan pengalaman kekerasannya.

Upaya yang Harus Dilakukan

Untuk mencegah dan menangani kekerasan serta dampaknya terhadap kesehatan mental, penting untuk memperkuat dukungan bagi korban kekerasan yang mengalami masalah kesehatan mental.

Ini termasuk akses ke konseling jangka panjang, perumahan yang terjangkau, dukungan pengasuhan anak, bantuan hukum yang lebih baik, serta kesempatan kerja.

Di tingkat individu, kita bisa mendidik diri sendiri tentang bagaimana kekerasan dan masalah kesehatan mental mempengaruhi orang-orang di sekitar kita.

Menjadi pendengar yang tidak menghakimi, menawarkan bantuan, dan membantu menemukan sumber daya adalah cara-cara yang baik untuk mengurangi stigma serta isolasi yang sering dirasakan oleh korban. 

Dengan lebih sadar akan kekerasan berbasis gender dan dampaknya terhadap kesehatan mental, kita bisa menjadi pendukung yang lebih baik bagi mereka yang mengalami kedua masalah ini.

Baca Juga: Korban Pelecehan Seksual Rentan Mengalami Masalah Kesehatan Mental

(*)

Sumber: Berbagai sumber
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Ingin Bisnis Sukses seperti J99 Corp.? Presiden Jokowi Ingatkan Pentingnya Strategi Digital