Parapuan.co - Kawan Puan, kekerasan berbasis gender terhadap perempuan masih menjadi isu krusial yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai elemen masyarakat.
Salah satunya adalah parlemen, yang dalam hal ini merujuk pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Parlemen punya peran penting dalam upaya penghapusan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, mulai dari menyusun undang-undang hingga mengesahkan kebijakan.
Peran parlemen dalam menghapus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di Indonesia melibatkan berbagai upaya legislasi, advokasi, dan peningkatan partisipasi perempuan dalam politik.
Beberapa langkah konkret termasuk penerapan kebijakan yang memastikan kesetaraan gender, semisal kuota keterwakilan perempuan dalam parlemen.
Langkah lainnya adalah dalam penyusunan peraturan yang fokus pada perlindungan perempuan dari kekerasan berbasis gender.
Lantas, sejauh mana peran parlemen di Indonesia mengupayakan penghapusan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan? Simak informasi berikut!
Pentingnya Partisipasti Perempuan di Parlemen
Partisipasi perempuan di parlemen memainkan peran penting dalam mendorong kebijakan yang lebih sensitif gender.
Baca Juga: Pemilu 2024 dan Penurunan Partisipasi Perempuan dalam Politik
Sebagai contoh, kehadiran perempuan dalam parlemen telah berhasil membawa isu-isu seperti kesehatan reproduksi, kekerasan terhadap perempuan, dan kesetaraan gender ke dalam agenda legislatif.
Advokasi untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik juga penting, karena semakin banyak perempuan di parlemen, semakin besar peluang terciptanya kebijakan yang inklusif dan representatif.
Upaya ini juga melibatkan kolaborasi dengan berbagai lembaga, seperti Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Parlemen bersama Komnas Perempuan dan lembaga terkait lainnya dapat bekerja untuk memastikan perempuan terlindungi dalam berbagai konteks, termasuk dalam Pemilu dan politik secara umum.
Mereka memantau dan mengadvokasi agar perempuan tidak hanya terlindungi dari kekerasan, tetapi juga memiliki hak politik yang setara.
Pembentukan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)
Peran parlemen dalam upaya penghapusan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan bisa dibilang semakin mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Hal itu terlihat dari disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang sempat mandeg selama 10 tahun.
Rancangan UU TPKS sejatinya sudah diajukan sejak tahun 2012 silam oleh Komnas Perempuan, karena Indonesia kala itu dianggap darurat kekerasan seksual.
Baca Juga: Bernadya Jadi Korban Pelecehan! Ini 12 Jenis KBGO yang Wajib Diketahui
Setelah perjalanan panjang, rancangan undang-undang tersebut baru disahkan pada tahun 2022 kemarin.
UU TPKS bukan hanya memuat aturan tentang tindak pidana kekerasan seksual secara umum, tetapi juga spesifik, termasuk kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Melihat situasi di mana teknologi dan media sosial memainkan peranan penting dalam interaksi masyarakat di masa kini, KBGO mendapat perhatian yang cukup serius.
Sejatihnya, perlindungan hukum terhadap korban kekerasan berbasis gender, khususnya online, sudah diatur dalam beberapa aturan berikut:
- Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik.
- Pasal 6 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
- Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Dari ketiga UU di atas, UU TPKS lebih spesifik mengatur mengenai KBGO.
Bahkan, di dalamnya juga juga mengatur bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi korban kekerasan berbasis gender, mulai dari dari tahap sistem peradilan, hingga perlindungan bagi keluarga korban.
Diharapkan, ke depannya parlemen semakin tegas dalam membuat aturan terkait KBG terhadap perempuan dan mau melibatkan lebih banyak perempuan dalam pembuatan kebijakan.
Baca Juga: 10 Agenda Penghapusan Kekerasan yang Diajukan Komnas Perempuan untuk DPR 2024-2029
(*)