Sebuah artikel yang dirilis Harvard Law School tahun 2022 lalu menjelaskan bahwa Gen Z memulai karier mereka serba digital.
Alhasil, mereka kehilangan waktu tatap muka di kantor yang ternyata bisa menjadi langkah penting dalam pengembangan diri mereka.
Hal inilah yang pada akhirnya berpotensi menciptakan kesenjangan dalam pembelajaran dan membuat mereka tidak siap ketika harus melakukan rapat, presentasi, dan kolaborasi mendalam.
3. Menolak Budaya Kerja Tradisional
Alasan mengapa Gen Z kehilangan pekerjaan adalah penolakan terhadap budaya kerja tradisional.
Misalnya budaya kerja yang menekankan jam kerja panjang hingga keterlibatan dalam pekerjaan seseorang.
Kesuksesan kerap dikaitkan dengan kerja keras dan pengorbanan karier bagi generasi yang lebih tua.
Di sisi lain, Gen Z tidak mempercayainya. Mereka bukan sekedar menginginkan gaji, melainkan keseimbangan, makna, dan rasa kepuasan pribadi yang tidak sepenuhnya untuk pekerjaan.
Laporan Delloit lainnya di tahun 2023 menemukan bahwa 50 persen responden Gen Z menempatkan keseimbangan kehidupan kerja atau work life balance sebagai salah satu prioritas mereka saat mempertimbangkan pekerjaan.
Mereka lebih memprioritaskan kesehatan mental daripada kemajuan karier.
Perubahan prioritas inilah yang cukup mengejutkan bagi rekan kerja mereka, terutama yang lebih tua.
Gen Z juga cenderung tidak lembur di kantor atau terus-menerus menghubungi setelah melewati jam kerja.
Penting untuk menyadari bahwa banyak masalah di tempat kerja yang dihadapi Gen Z bukanlah sepenuhnya kesalahan mereka.
Mereka telah tumbuh di dunia yang berubah dengan cepat. Gen Z tidak dipecat hanya karena mereka generasi yang buruk.
Sebaliknya, mereka berbenturan dengan sistem kerja yang ketinggalan zaman dan kegagalan beradaptasi dengan kebutuhan modern.
Baca Juga: Jadi Pembahasan Viral di TikTok, Ini Karakteristik Gen Z saat Bekerja
(*)