Selingkuh dan Maskulinitas dalam Serial Jangan Salahkan Aku Selingkuh Marshanda

Arintha Widya - Senin, 4 November 2024
Selingkuh dan Maskulinitas yang tergambar dalam series Jangan Salahkan Aku Selingkuh.
Selingkuh dan Maskulinitas yang tergambar dalam series Jangan Salahkan Aku Selingkuh. YouTube WeTV Indonesia

Parapuan.co - Kawan Puan, serial Jangan Salahkan Aku Selingkuh yang dibintangi Marshanda yang tayang di WeTV saat ini tengah jadi perhatian.

Penonton dibuat gemas dengan kelakukan Dimas (diperankan Giorgino Abraham) yang berselingkuh dari Anna (Marshanda).

Bagaimana tidak, Dimas menjadi semakin tidak bisa dipercaya kata-kata dan perilakunya setelah mengaku berselingkuh dengan Lisa (Dosma Hazenbosch).

Kepada Lisa, Dimas bersumpah tidak akan meninggalkannya dan bakal menceraikan Anna.

Sebaliknya, kepada Anna, Dimas berjanji untuk segera meninggalkan Lisa setelah anaknya lahir.

Sampai di episode 8 yang tayang awal November 2024, Dimas bisa dibilang terlalu sering mengulang janji kosongnya.

Berkaca dari karakter Dimas, orang yang berselingkuh tentunya tidak bisa dipercaya karena semakin sering berbohong.

Namun, sebenarnya apakah ada kaitan antara perselingkuhan dengan maskulinitas, sampai-sampai Dimas bersikap merasa paling benar meski jelas-jelas ia yang salah lantaran mengkhianati pernikahannya dengan Anna?

Psikolog Samantha Stein, Psy.D. yang kerap menangani konsultasi dengan pasangan dan intimasi mengungkap keterkaitan antara selingkuh dan maskulinitas.

Baca Juga: Selain Merasa Diabaikan, Ini 6 Alasan Paling Jujur Pasangan Selingkuh

Berikut informasi yang disampaikan Samantha Stein sebagaimana dirangkum PARAPUAN dari Psychology Today!

Stereotip Gender dalam Perselingkuhan

Pandangan masyarakat tentang perselingkuhan cenderung menyederhanakan hal terkait motivasi selingkuh antara laki-laki dan perempuan.

Stereotip gender kerap menganggap bahwa motivasi laki-laki selingkuh sebagai semata karena kebutuhan seksual, sementara perempuan mencari afeksi dan perhatian emosional.

Namun, dalam riset yang dilakukan Samantha Stein, banyak laki-laki yang selingkuh justru untuk mencari ikatan emosional yang tidak mereka dapatkan dalam pernikahan.

Mereka merasa gagal memenuhi ekspektasi sebagai suami dan pria, terutama ketika merasakan ketidakpuasan dari istri, baik dalam hal kehidupan seksual maupun peran domestik.

Dalam masyarakat yang sering menuntut laki-laki untuk menekan emosinya dan menjadi kuat, mereka diharapkan menjadi sosok mandiri tanpa kebutuhan emosional.

Mereka tidak dibiasakan untuk berbicara tentang perasaan atau meminta dukungan emosional, tetapi dalam hubungan romantis, mereka justru diharapkan dapat terbuka dan mendukung pasangan mereka secara emosional.

Ketidakmampuan ini, yang terbentuk oleh tuntutan maskulinitas yang kaku, mendorong sebagian laki-laki mencari tempat lain untuk mendapatkan dukungan emosional.

Baca Juga: Menurut Psikolog, Ini Alasan Pasangan Selingkuh Meski Sudah Menikah

Keterkaitan Antara Perselingkuhan dan Maskulinitas

Di tengah masyarakat kita, perselingkuhan sering kali dianggap sebagai kegagalan moral individu.

Namun, jika kita melihat dari sudut pandang sosiologis, perilaku ini dapat dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk ekspektasi dan peran gender, termasuk tentang maskulinitas.

Perspektif ini memberikan pemahaman bahwa ada faktor eksternal yang turut berperan dalam membentuk perilaku perselingkuhan.

Penelitian yang dilakukan selama setahun dengan melibatkan 46 laki-laki pengguna situs Ashley Madison, mengungkapkan bahwa kebutuhan mereka dalam perselingkuhan tidak hanya terkait dengan hasrat seksual.

Banyak dari mereka menginginkan validasi emosional dan dukungan dari hubungan tersebut, yang berhubungan erat dengan persepsi tentang maskulinitas.

Maskulinitas yang Terancam

Laki-laki yang terlibat dalam penelitian tersebut mengaku merasa menjadi "kekecewaan" bagi istri mereka, baik karena ketidakpuasan seksual atau ketidakmampuan untuk memenuhi tugas rumah tangga.

Hal ini menciptakan perasaan gagal sebagai laki-laki, yang pada akhirnya mengancam identitas maskulinitas mereka sendiri.

Baca Juga: Dibintangi Marshanda, Ini Sinopsis Series dan Cara Nonton Jangan Salahkan Aku Selingkuh

Perselingkuhan, dalam hal ini, memberikan "pelarian" di mana mereka merasa dihargai dan diperhatikan.

Pasangan selingkuh menawarkan pujian, mendengarkan keluh kesah, serta memberikan perhatian pada detail keseharian yang sering terabaikan dalam pernikahan.

Hal ini menjadi bentuk validasi maskulinitas yang sulit mereka dapatkan di dalam rumah tangga.

Pandangan sosiologis ini menunjukkan bahwa tekanan sosial yang membentuk konsep maskulinitas turut memengaruhi cara lelaki memandang peran dan kebutuhan emosional mereka dalam hubungan.

Ekspektasi sosial yang bertentangan, yaitu di satu sisi meminta pria menjadi sosok tanpa emosi dan di sisi lain menuntut mendukung pasangan secara emosional, menempatkan mereka dalam posisi sulit.

Pria yang merasa kehilangan validasi maskulinitas dalam pernikahannya berpotensi untuk mencari sumber pengakuan ini di luar hubungan formal mereka.

Seperti dilakukan Dimas dalam serial Jangan Salahkan Aku Selingkuh, yang merasa tidak aman dengan maskulinitasnya karena sejumlah hal.

Salah satunya lantaran Anna mempunyai karier sebagai psikolog dan konselor yang sukses, sedangkan Dimas seorang sales marketing yang sering tidak mencapai target di perusahaan tempatnya bekerja.

Kawan Puan sudah menyaksikan serial Jangan Salahkan Aku Selingkuh belum, nih?

Baca Juga: Jadi Perempuan Berdaya, Begini Karakter Marshanda di Series Jangan Salahkan Aku Selingkuh

(*)

Sumber: Psychology Today
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

6 Bahan Alami untuk Membantu Mengatasi Masalah Biang Keringat