Parapuan.co - Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming Raka baru saja mengusulkan adanya Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perlindungan guru.
Usulan terkait Undang-Undang perlindungan guru ini ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah di Jakarta Selatan pada Senin (11/11/2024).
Menurutnya, dengan pemberlakuan Undang-Undang perlindungan guru ini pada pendidik mempunyai ruang untuk memberikan pengajaran dengan cara-cara yang tetap disiplin.
"Ini mungkin ke depan perlu kita dorong juga, Pak Menteri, Undang-Undang Perlindungan Guru," ujar Gibran dikutip dari Kompas.com.
"Jadi guru itu bisa nyaman dan guru mempunyai ruang untuk mendidik dengan cara-cara yang tetap disiplin, tapi harus ada Undang-Undang dan perlindungannya," imbuhnya.
Jangan Jadikan UU Perlindungan Anak Sebagai Alat Serang
Lebih lanjut, Wapres Gibran juga mengingatkan bahwa adanya UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jangan dijadikan sebagai alat untuk menyerang guru.
Ia berpendapat bahwa sekolah harus menjadi tempat yang nyaman untuk guru dan para siswa dalam proses belajar mengajar.
Ia juga berharap bahwa ke depannya tidak ada lagi kasus kekerasan di sekolah.
Baca Juga: Mendikdasmen Benarkan Rencana Guru Naik Gaji 2025, Berapa Nominalnya?
Baik itu kasus bullying, hingga kriminalisasi terhadap guru.
"Sudah ada Undang-Undang Perlindungan Anak, tapi saya mohon maaf jangan Undang-Undang Perlindungan Anak ini dijadikan senjata untuk menyerang para guru," imbuhnya.
Oleh karena itu, ke depannya Gibran berharap adanya peraturan terkait perlindungan guru.
Sudah Ada Perlindungan Guru dan Dosen
Sementara itu Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan bahwa sebenarnya guru dan dosen sudah memiliki perundang-undangan sendiri, yakni UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-Undang tersebut sudah memuat terkait perlindungan guru dan dosen, hanya saja penerapannya belum maksimal.
Hefitah juga menegaskan bahwa UU ini akan disosialisasikan lebih lanjut.
"Nah sekarang berarti pelaksanaannya dan aturan-aturan pelaksanaan yang sudah ada ini bagaimana disosialisasikan dan diterapkan ya pada saat ada guru-guru yang menghadapi masalah, itu bisa digunakan sebenarnya sebagai payung hukum untuk melindungi mereka," ujar Hefitah.
Baca Juga: Berkaca dari Kasus Guru Honorer Supriyani, Ini Cara Bersikap Jika Anak Ditegur Gurunya
Kawan Puan, aturan terkait Undang-Undang perlindungan guru dan dosen seakan mengingatkan kasus yang belakangan viral.
Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Konawe Selatan terlibat dalam sebuah kasus hukum.
Supriyani dilaporkan oleh orang tua siswa yang merupakan anggota kepolisian dengan tuduhan melakukan penganiayaan pada bulan April 2024.
Tuduhan ini muncul ketika ibu korban menemukan bekas luka memar di paha belakang anaknya.
Di sisi lain, Supriyani membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan kekerasan pada korban.
Melansir dari laman Tribunnews, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Andolo menuntut bebas guru honorer Supriyani dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap muridnya.
Tuntutan tersebut diajukan lewat dua pertimbangan yang disampaikan JPU.
Pertama, aksi Supriyani memukul muridnya, dianggap tidak memiliki niat jahat.
"Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan penuntut umum, maka walaupun perbuatan pidana dapat dibuktikan, akan tetap tidak dapat dibuktikan adanya sifat jahat (mens rea)," ujar JPU.
Kedua, JPU menganggap tidak ada unsur pidana yang terbukti dalam kasus Supriyani.
Baca Juga: Terlanjur Terjadi, Begini 3 Cara Guru Menyikapi Perundungan di Sekolah
(*)