Representasi Karakter Perempuan dalam Game, Inklusivitas atau Eksploitasi?

Arintha Widya - Jumat, 22 November 2024
Representasi perempuan dalam game: Kolase foto Hanabi dan Fani (Mobile Legends)
Representasi perempuan dalam game: Kolase foto Hanabi dan Fani (Mobile Legends) PARAPUAN/Arintha Widya

Baca Juga: Cegah Kecanduan, Begini Cara agar Anak Main Game secara Sehat

Karakter perempuan biasanya memiliki ciri fisik yang mencolok, seperti payudara besar, bokong yang ditegaskan, dan pakaian provokatif.

Hal itu terungkap dalam penelitian Berrin Beasley dan Tracy Collins Standley berjudul "Shirts vs. Skins: Clothing as an indicator of Gender Role Stereotyping in Video Games" (2002).

Penelitian itu mengungkap, mayoritas karakter video game yang mengenakan pakaian dengan belahan dada atau otot dada yang terlihat adalah perempuan, mencapai angka 87,85 persen.

Ciri ini menunjukkan bahwa karakter perempuan lebih sering dijadikan objek seksual.

Dalam studi yang sama, 2,82 persen karakter perempuan memiliki dada kecil, 56,34 persen memiliki ukuran rata-rata, dan 40,85 persen memiliki dada yang sangat besar, yang sering kali digambarkan secara tidak realistis.

Fokus pada tubuh seksual ini bertujuan menarik perhatian pemain pada fisik, bukan cerita, kepribadian, atau misi karakter tersebut.

Berbagai penelitian sepakat bahwa karakter perempuan dalam video game sering kali dijadikan objek seksual semata.

Penampilan Fisik Perempuan dalam Game Selaras dengan Skills

Representasi perempuan dalam game: Kolase Vexana dan Edith dari Mobile Legends
Representasi perempuan dalam game: Kolase Vexana dan Edith dari Mobile Legends PARAPUAN/Arintha Widya

Baca Juga: 3 Hal Penting tentang Adaptasi Game The Sims, Margot Robbie Jadi Produser Filmnya

Namun, meskipun banyak karakter perempuan di-hiperseksualisasi-kan, mereka tidak selalu digambarkan sebagai individu yang lemah atau tidak kompeten.

Di luar penampilan mereka, sebagian besar karakter perempuan memiliki sifat yang biasanya diasosiasikan dengan laki-laki, seperti kekuatan fisik dan kecerdasan.

Hal ini menunjukkan bahwa perempuan dalam game sering kali memiliki kemampuan yang setara dengan laki-laki.

Meskipun demikian, mereka tetap tidak bisa lepas dari pandangan laki-laki (male gaze), seperti yang terlihat dalam game Tomb Raider.

Tokoh utama perempuan dalam game tersebut digambarkan kuat dan cerdas, tetapi tetap menjadi subjek yang diobjektifikasi.

Kini dalam game online, baik mobile maupun video game, banyak karakter perempuan yang walaupun terkesan di-hiperseksualisasi-kan, peran dan skills mereka dalam permainan sangat besar.

Mereka digambarkan mempunyai keterampilan bertarung yang bisa mengalahkan hero laki-laki, yang dalam game diceritakan sebagai karakter kuat seklaipun.

Bahkan, tak jarang pemain game seperti Mobile Legends laki-laki menggunakan karakter hero perempuan semisal Hanabi, Vexana, Lunox, dan lainnya.

Barangkali inilah bentuk inklusivitas dalam game, yang bisa dibilang memanfaatkan male gaze dengan daya tarik fisik untuk menarik perhatian pengguna laki-laki dan perempuan sekaligus.

Baca Juga: Ciptakan Ruang Ramah Perempuan di Industri Game, Ini Usaha Indonesian Women in Game

(*)

Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Ada Budi Pekerti, Ini 3 Film Indonesia Populer yang Bertema Guru