Parapuan.co - Kawan Puan yang punya hobi main game mungkin sudah tidak asing dengan Mobile Legends, Free Fire, PUBG, dan berbagai jenis permainan lainnya.
Barangkali, kamu juga sudah tahu bahwa game-game tersebut mempunyai hero perempuan dengan karakteristik masing-masing.
Selain game peperangan seperti disebut di atas, banyak video game lain dengan karakter perempuan menjadi tokoh utama.
Sebut saja salah satunya Lara Croft yang jadi tokoh protagonis utama di franchise video game "Tomb Raider".
Berbicara mengenai representasi perempuan dalam game, benarkah karena industri yang semakin inklusif atau justru ada eksploitasi di dalamnya?
Representasi Gender dalam Game
Dikutip dari laman Gender In Geopolitics Institute, representasi gender dalam video game sering kali berlandaskan pada stereotip.
Stereotip tersebut misalnya laki-laki yang biasanya digambarkan sebagai figur yang sangat maskulin, sementara perempuan cenderung dilebih-lebihkan secara seksual.
Untuk memahami bagaimana perempuan direpresentasikan, penting juga melihat bagaimana laki-laki digambarkan karena keduanya sering menjadi lawan yang saling melengkapi.
Baca Juga: Berdayakan Diri, Srikandi untuk Negeri Shieny Aprilia Ungkap Privilege Perempuan di Industri Game
Karakter laki-laki dalam game sering kali digambarkan sebagai sosok yang sangat maskulin: tubuh mereka berotot, perilakunya agresif, dan cenderung menggunakan kekerasan.
Karakter tersebut diwujudkan sebagai "alpha male" dengan ciri-ciri fisik yang kuat serta seksualitas yang agresif.
Stereotip ini mencerminkan pandangan bahwa "pria sejati" adalah mereka yang tangguh dan jarang menunjukkan emosi, sehingga mereka harus bersikap dingin dan tidak mudah terpengaruh.
Dalam game, karakter pria kerap dilengkapi dengan baju besi besar, bahkan melebihi ukuran tubuh mereka, serta senjata yang terlihat impresif dan sering kali tidak proporsional.
Meskipun demikian, stereotip laki-laki sering dianggap lebih positif dibandingkan stereotip perempuan.
Dalam game, perempuan digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut dan berfokus pada daya tarik seksual.
Dari segi penampilan, karakter perempuan kerap didesain untuk lebih menonjolkan fisik daripada kepribadian.
Umumnya, mereka memiliki tubuh ramping, lekuk tubuh yang terlihat jelas, dan mengenakan pakaian yang terbuka.
Semisal punggung terbuka atau mengenakan pakaian renang, yang sering kali tidak relevan dengan tugas yang harus mereka selesaikan dalam cerita game.
Baca Juga: Cegah Kecanduan, Begini Cara agar Anak Main Game secara Sehat
Karakter perempuan biasanya memiliki ciri fisik yang mencolok, seperti payudara besar, bokong yang ditegaskan, dan pakaian provokatif.
Hal itu terungkap dalam penelitian Berrin Beasley dan Tracy Collins Standley berjudul "Shirts vs. Skins: Clothing as an indicator of Gender Role Stereotyping in Video Games" (2002).
Penelitian itu mengungkap, mayoritas karakter video game yang mengenakan pakaian dengan belahan dada atau otot dada yang terlihat adalah perempuan, mencapai angka 87,85 persen.
Ciri ini menunjukkan bahwa karakter perempuan lebih sering dijadikan objek seksual.
Dalam studi yang sama, 2,82 persen karakter perempuan memiliki dada kecil, 56,34 persen memiliki ukuran rata-rata, dan 40,85 persen memiliki dada yang sangat besar, yang sering kali digambarkan secara tidak realistis.
Fokus pada tubuh seksual ini bertujuan menarik perhatian pemain pada fisik, bukan cerita, kepribadian, atau misi karakter tersebut.
Berbagai penelitian sepakat bahwa karakter perempuan dalam video game sering kali dijadikan objek seksual semata.
Penampilan Fisik Perempuan dalam Game Selaras dengan Skills
Baca Juga: 3 Hal Penting tentang Adaptasi Game The Sims, Margot Robbie Jadi Produser Filmnya
Namun, meskipun banyak karakter perempuan di-hiperseksualisasi-kan, mereka tidak selalu digambarkan sebagai individu yang lemah atau tidak kompeten.
Di luar penampilan mereka, sebagian besar karakter perempuan memiliki sifat yang biasanya diasosiasikan dengan laki-laki, seperti kekuatan fisik dan kecerdasan.
Hal ini menunjukkan bahwa perempuan dalam game sering kali memiliki kemampuan yang setara dengan laki-laki.
Meskipun demikian, mereka tetap tidak bisa lepas dari pandangan laki-laki (male gaze), seperti yang terlihat dalam game Tomb Raider.
Tokoh utama perempuan dalam game tersebut digambarkan kuat dan cerdas, tetapi tetap menjadi subjek yang diobjektifikasi.
Kini dalam game online, baik mobile maupun video game, banyak karakter perempuan yang walaupun terkesan di-hiperseksualisasi-kan, peran dan skills mereka dalam permainan sangat besar.
Mereka digambarkan mempunyai keterampilan bertarung yang bisa mengalahkan hero laki-laki, yang dalam game diceritakan sebagai karakter kuat seklaipun.
Bahkan, tak jarang pemain game seperti Mobile Legends laki-laki menggunakan karakter hero perempuan semisal Hanabi, Vexana, Lunox, dan lainnya.
Barangkali inilah bentuk inklusivitas dalam game, yang bisa dibilang memanfaatkan male gaze dengan daya tarik fisik untuk menarik perhatian pengguna laki-laki dan perempuan sekaligus.
Baca Juga: Ciptakan Ruang Ramah Perempuan di Industri Game, Ini Usaha Indonesian Women in Game
(*)