Parapuan.co - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, baru-baru ini menyatakan upaya penghapusan sistem zonasi di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Menurut Gibran, implementasi sistem zonasi ini sudah bagus, namun belum bisa dikatakan maksimal.
"Saya sampaikan secara tegas ke Pak Menteri Pendidikan, 'Pak, ini zonasi harus dihilangkan'," ujar Gibran Rakabuming Raka dikutip dari Kompas.com.
Ia mengatakan bahwa meski bermanfaat, sistem zonasi ini akan menghadapi tantangan ke depan.
Menurutnya, tantangan terkait dua hal yang masih harus ditingkatkan, yaitu distribusi guru dan fasilitas pendidikan yang belum merata.
"Zonasi, sekali lagi, ini program yang baik, tapi mungkin belum bisa diterapkan di semua wilayah," jelas Gibran.
Sebelumnya, sistem zonasi ini juga sempat dikritik oleh Bupati Wonogiri, Joko Sutopo.
Melansir dari laman Kompas.com, Joko Sutopo meminta agar sistem zonasi ini dievaluasi guna mengukur konsekuensi logis terhadap mutu pendidikan di wilayahnya.
Bisa diartikan bahwa sistem zonasi dinilai menghilangkan anggapan sekolah favorit karena anak-anak sekolah ditentukan wilayah tempat tinggalnya.
Baca Juga: Zonasi hingga Kurikulum Merdeka, Kemendikdasmen Segera Putuskan 8 Isu Krusial Ini
Sejak Kapan Sistem Zonasi Diberlakukan?
Kebijakan zonasi ini pertama kali dicetuskan oleh Muhadjir Effendy yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2016-2019.
Implementasi sistem zonasi ini dilakukan secara bertahap sejak tahun 2016 yang diawali dengan penggunaan zonasi untuk penyelenggaraan ujian nasional.
Sistem ini kemudian diterapkan pertama kali dalam PPDB tahun 2017 lalu.
Pada saat itu, zonasi mengharuskan sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah.
Jumlah yang diterima berdasarkan radius zona terdekat sebanyak 90 persen dari total peserta didik yang diterima.
Lolos atau tidaknya siswa ditentukan oleh domisili sesuai alamat pada kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum PPDB dilaksanakan.
Sedangkan 10 persen kuota yang tersisa diisi oleh peserta didik melalui jalur prestasi dan perpindahan domisili.
Baca Juga: Abdul Mu'ti akan Kaji Ulang Kurikulum Merdeka dan Zonasi, UN Kembali?
Awalnya, tujuan sistem zonasi ini bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan.
Kebijakan zonasi ini juga diharapakan dapat menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah khususnya sekolah negeri.
Di sisi lain, penulis kerap menemukan orang tua yang mengeluh akan kebijakan sistem zonasi.
Meskipun ketersediaannya kuota berdasarkan radius zona terdekat sebanyak 90 persen, masih banyak pula siswa yang tersingkir.
Akhirnya mau tidak mau, orang tua menyekolahkan anak mereka di sekolah swasta dengan biaya yang lebih tinggi.
Bukan hanya itu, sekolah biasanya memiliki ranking antar sesama sekolah.
Ranking ini berguna untuk membandingkan bagaimana mutu sekolah tersebut, apakah memiliki siswa yang berkualitas atau tidak.
Namun dengan adanya sistem zonasi, kini tidak ada lagi sekolah favorit dan unggulan.
Baca Juga: Informasi Jalur Masuk dan Kuota PPDB SMP 2024 untuk Jakarta, Zonasi Paling Besar
(*)