16 HAKTP: Tantangan Membantu Perempuan Korban dan Penyintas Kekerasan

Arintha Widya - Selasa, 26 November 2024
Tantangan FPL membantu perempuan korban kekerasan.
Tantangan FPL membantu perempuan korban kekerasan.

"Pernah ada anggota FLP yang fotonya disebarluaskan pelaku. Di situ daerah kekuasaannya, jadi kami pun merasa tidak bebas dan tidak aman," kata Novita.

Di sisi lain, lembaga layanan berbasis masyarakat kerap kali kekurangan sumber daya. Kaderisasi juga menjadi tantangan tersendiri.

"Ada anggota FPL yang hanya memiliki tiga orang di lembaganya, tetapi harus menangani kasus dalam cakupan kabupaten atau provinsi," ujar Novita.

Meski generasi muda banyak terlibat dalam kampanye penghapusan kekerasan, mereka cenderung mundur karena kurangnya dukungan lembaga.

4. Tantangan dalam Penegakan Hukum dan Layanan UPTD PPA

Perspektif aparat penegak hukum (APH) terhadap kekerasan berbasis gender juga masih menjadi kendala di lapangan.

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), misalnya, masih jarang diterapkan.

"Sejak 2002 hingga April 2024, kasus yang menggunakan UU TPKS hanya 65," ungkap Novita.

Selain itu, jumlah penyidik perempuan yang menangani kasus ini masih sangat minim.

Baca Juga: UU TPKS dan Berbagai Kebijakan yang Melindungi Perempuan dari Kekerasan

Layanan di UPTD PPA juga menghadapi hambatan serius, mulai dari SDM yang belum memahami isu kekerasan seksual hingga jam layanan yang terbatas.

"Kasus tidak mengenal hari, tapi layanan sering tutup di hari libur," imbuhnya lagi.

Hal ini membuat korban lebih memilih mengandalkan layanan berbasis masyarakat, yang sering kali juga terbatas.

5. Wilayah Kepulauan dan Kesulitan Logistik

Bagi korban yang tinggal di wilayah kepulauan, tantangan logistik dan minimnya sumber daya membuat mereka cenderung tidak melanjutkan proses hukum.

Kondisi ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan aksesibilitas layanan dan mendukung korban dengan solusi yang lebih inklusif.

Pada intinya, membantu korban dan penyintas kekerasan berbasis gender tidak hanya soal penyediaan layanan.

Akan tetapi juga memastikan layanan tersebut mudah diakses, regulasi berjalan selaras, dan sumber daya manusia terlindungi.

Pemerintah, lembaga layanan, dan masyarakat perlu berkolaborasi untuk mengatasi hambatan-hambatan ini demi memastikan perlindungan bagi korban dan pemberdayaan para pendamping.

Baca Juga: Komnas Perempuan Luncurkan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 2024

(*)

Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Sedang Tren, Ini Rekomendasi Serum Wajah dari Korea Mengandung Mugwort