Selamat Hari Guru: Si Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Krisis Apresiasi

Citra Narada Putri - Senin, 25 November 2024
Selamat Hari Guru: pahlawan tanpa tanda jasa yang krisis apresiasi.
Selamat Hari Guru: pahlawan tanpa tanda jasa yang krisis apresiasi. (Riza Azhari/Getty Images)

Parapuan.co - Setiap tanggal 25 November, Indonesia merayakan Hari Guru Nasional.

Hari ini bukan hanya sekadar peringatan, tetapi juga menjadi momen untuk menghormati dan menghargai jasa para guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Setiap pencapaian besar, setiap mimpi yang terwujud, pasti ada seorang guru di belakangnya.

Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga penyalur ilmu yang menjadi cahaya bagi generasi penerus.

Dengan jasanya yang begitu besar dalam mencetak generasi penerus bangsa, ironisnya mereka justru jadi profesi yang tidak cukup mendapatkan apresiasi yang layak.

Misal saja, terlepas dari jasanya untuk mendidik generasi penerus, para guru tidak mendapatkan gaji yang layak.

Mungkin Kawan Puan tidak asing dengan berita para guru yang dibayar sangat minim, padahal pengabdiannya pada pendidikan sangat besar.

Contohnya, sejumlah guru dari SMK Negeri 6 Ende, Nusa Tenggara Timur, mengaku mendapat gaji Rp 250.000 per bulan, yang kisahnya sempat viral di jejaring media sosial.

Di ujung lain Indonesia, seorang guru di Nusa Tenggara Barat yang sudah mengabdi selama 17 tahun, harus rela mengelus dada karena hanya dibayar sebesar Rp83.000 sampai Rp100.000 per bulan. 

Baca Juga: Keterampilan yang Penting Dimiliki Guru untuk Mendukung Proses Pembelajaran

Begitu juga dengan Desti Sukmawati, guru honorer di Bandung, yang hanya mendapatkan upah Rp 1 juta per bulan, padahal sudah 14 tahun mengajar.

Menurut Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah, masih banyak guru honorer yang mengabdi di daerah terpencil belum menerima gaji layak setara upah minimum kota atau kabupaten (UMK), seperti melansir Kompas.com.

Sementara di ibu kota Jakarta, yang katanya kota penuh harapan, justu nyatanya tidak bisa memenuhi impian para guru. 

Gaji yang diterima guru honorer atau guru tidak tetap di DKI Jakarta masih terbilang rendah atau kecil.

Melansir Kompas.com, gaji guru honorer di Jakarta hanya berkisar di angka Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.

Sementara menurut data Lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) mengungkapkan bahwa satu dari 50 guru honorer di Indonesia memiliki penghasilan di bawah Rp 500.000 dan kurang lebih 13 persen guru memiliki penghasilan di bawah Rp 500.000.

Bagaimana bisa pemerintah kerap menuntut perusahaan untuk menggaji karyawan atau buruhnya dengan upah yang layak, tapi justru tak bisa melindungi para guru untuk mendapatkan hak yang sama?

Pemerintah masih membiarkan guru digaji ala kadarnya, bahkan banyak yang jauh di bawah UMK atau upah minimum regional (UMR).

Baca Juga: Wamen PPPA Veronica Tan: Mendidik Guru Berarti Membangun Generasi yang Lebih Baik

Padahal, mereka adalah ujung tombak dalam menelurkan bibit-bibit muda harapan bangsa di masa depan, tapi ironisnya para 'pahlawan' ini justru jauh dari kata sejahtera.

Namun, ada angin segar yang bisa turut memupuk harapan baru bagi masa depan yang lebih cerah untuk para guru.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti memastikan, pemerintah akan merealisasikan kenaikan gaji guru pada tahun 2025, seperti melansir Kompas.com.

Walau belum bisa dipastikan nominal kenaikan gaji guru yang bisa disanggupi oleh pemerintah, ia menyebut bahwa kebijakan ini masih dalam kajian yang komperhensif.

Janji pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menaikan gaji guru pernah disampaikan Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo.

Adik Presiden Prabowo Subianto ini mengatakan, pemerintahan kakanya berkomitmen meningkatkan gaji guru sebesar Rp 2 juta per bulan setiap tahun.

Hashim mengungkapkan hal itu pada masa kampaye Pilpres 2024.

Selain kenaikan gaji, Hashim juga menyebut Prabowo-Gibran akan memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada seluruh guru, termasuk guru honorer di Indonesia.

Semoga, ini bukan hanya janji palsu atau isapan jempol belaka, jika Tanah Air ingin meraih Indonesia Emas 2045. 

Baca Juga: Gemini Academy dan Pengalaman Guru Memanfaatkan AI untuk Pembelajaran

Bukannya tanpa alasan, dengan beban kerja yang berat, gaji yang jauh dari kata memadai, nihilnya prestise sosial, hingga ragam tantangan yang dihadapi di lingkungan sekolah, jangan heran jika tak ada lagi generasi muda yang ingin jadi guru di masa depan. 

Dampaknya, kualitas pendidikan akan anjlok, tingkat keterlibatan guru dalam kegiatan sekolah menurun, sulitnya menarik calon guru berkualitas, kemunduran sumber daya manusia hingga menciptakan krisis pendidikan yang mengerikan.  

Lantas, jika tak ada lagi yang mau jadi "pahlawan tanpa tanda jasa" ini, siapa yang akan menjadi pendidik yang mencetak generasi penerus bangsa?

(*)



REKOMENDASI HARI INI

Selamat Hari Guru: Si Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Krisis Apresiasi