Parapuan.co - Kawan Puan, tahun politik 2024 ini menguak berbagai fakta yang mengejutkan, khususnya dalam hubungan suami istri.
Pada Pemilihan Presiden bulan Februari lalu, dilaporkan banyak pasangan bercerai karena beda pilihan politik.
Kini di momen Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, isu perceraian pasangan suami istri (pasutri) bercerai karena berbeda pilihan politik kembali ramai.
Menteri Agama Nasaruddin Umar seperti dilansir dari Tribunnews menyebutkan, terdapat ratusan kasus perceraian lantaran alasan tersebut.
"Perceraian karena politik juga besar. Ada satu provinsi, terjadi 500 perceraian gara-gara politik. Suami milih si A, istrinya milih B, cerai," papar Nasaruddin Umar.
Fenomena ini tentu saja sangat miris. Bahkan, Menag Nasaruddin Umar juga mengatakan, "Begitu rapuhnya sebuah perkawinan", karena hal tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Nasaruddin Umar ketika membuka acara Musyawarah Nasional (Munas) ke-XVII Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Kamis (21/11/2024) lalu.
Dede Yusuf, Wakil Ketua Komisi II DPR RI turut menanggapi pernyataan Menag di atas, sebagaimana dikutip dari Antara via Kompas.TV.
Menurut Dede Yusuf, tidak mungkin pernikahan semudah itu rapuh hanya karena perbedaan pilihan dan pandangan politik.
Baca Juga: Hal-hal yang Dapat Menguatkan Diri Perempuan Setelah Bercerai
Dede Yusuf mengatakan, "Kalau ada yang cerai karena Pemilu, jangan-jangan dulunya sudah selingkuh satu sama lain. Kita tidak tahu."
Barangkali apa yang diungkapkan Dede Yusuf benar. Hubungan sudah lebih dulu rapuh sebelum konflik akibat perbedaan pilihan politik terjadi.
Haruskah Pasangan Suami Istri Saling Tahu Pilihan Politik?
Sejatinya, konflik pasutri yang disebabkan oleh perbedaan pilihan atau pandangan politik tidak akan muncul apabila masing-masing saling merahasiakan.
Lagipula, suami dan istri adalah juga dua individu yang punya perbedaan dalam segala hal.
Merahasiakan pilihan politik bukanlah sesuatu yang lantas dianggap kebohongan atau ketidakjujuran dalam pernikahan, bukan?
Penulis kerap menemukan bahwa perempuan biasanya mengikuti pilihan politik suami.
Namun, banyak juga perempuan yang punya pilihan sendiri, percaya pada pilihannya, dan didukung oleh pasangannya walau berbeda pilihan.
Pasutri boleh saja saling terbuka soal pilihan politik, tetapi merahasiakannya pun tidak jadi masalah.
Baca Juga: Perjuangkan Hak Perempuan, Ini Pandangan Politik Rieke Diah Pitaloka
Semua pasangan punya hak dan keputusan masing-masing yang terbaik bagi hubungan mereka.
Hubungan yang Sudah Rapuh
Apabila semudah itu pernikahan berakhir hanya karena perbedaan pilihan dan pandangan politik, bisa jadi hubungan pasutrilah yang sedari awal sudah rapuh.
Nyatanya, banyak pasangan di sekitar penulis yang berbeda waktu solat di Hari Raya, beda hari pertama puasa, beda tingkat pendidikan, beda suku dan budaya, masih bisa menjalani pernikahan dengan bahagia.
Wajar jika pernikahan mengalami konflik, karena setiap individu berbeda dan pasutri tidak selalu punya selera atau pandangan yang sama.
Namun, jika hanya karena masalah seperti politik saja pernikahan bisa berakhir, mungkin ada penyebab-penyebab lain yang tidak kita ketahui.
Oleh karena itu, Kawan Puan, hargai dan hormatilah perbedaan agar tidak sampai menimbulkan konflik yang merusak hubungan.
Baik itu hubungan dengan pasangan, orang tua, saudara, sahabat, atau lainnya.
Baca Juga: Perbedaan Pandangan Politik Picu Masalah dalam Hubungan, Lakukan Ini
(*)