IDAI Ingatkan Bahaya Sugar Addiction, Konsumsi Gula Berlebih pada Anak

Arintha Widya - Rabu, 27 November 2024
Bahaya sugar addiction pada anak menurut IDAI
Bahaya sugar addiction pada anak menurut IDAI kwanchaichaiudom

Parapuan.co - Kecanduan gula atau sugar addiction pada anak menjadi perhatian serius Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Fenomena ini tidak hanya memengaruhi pola makan anak tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang.

IDAI melaporkan, berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) pada tahun 2023, tingkat konsumsi gula pada anak di Indonesia cukup tinggi.

Peningkatan konsumsi gula pada anak tentunya memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan anak, diantaranya menyebabkan peningkatan angka obesitas, diabetes melitus, hipertensi, perubahan perilaku dan mood, serta prestasi akademik.

Pada pertengahan tahun 2022, IDAI pernah merilis prevalensi diabetes pada anak yang meningkat 70 kali lipat jika dibandingkan tahun 2010.

Dalam catatan IDAI, anak di Indonesia yang menderita diabetes di mana prevalensinya sebesar 2 kasus per 100.000 anak.

Begitu pula dengan peningkatan prevalensi obesitas pada anak yang mengalami peningkatan 10 kali lipat dari tahun 1975 sampai dengan 2017.

Oleh karenanya, IDAI mengingatkan akan bahaya konsumsi gula berlebih pada anak-anak dalam seminar media daring bertajuk "Mengontrol Sugar Addiction pada Anak", Selasa (26/11/2024).

Di acara tersebut, Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi IDAI, DR Dr. Siska Mayasari Lubis, MKed(Ped), SpA(K) menyampaikan materinya yang dirangkum PARAPUAN sebagai berikut!

Baca Juga: Balita Gemuk Dianggap Menggemaskan, Apa Tanda Mereka Sudah Obesitas?

Memahami Sugar Addiction pada Anak

Sugar addiction pada anak dapat ditandai dengan perilaku mirip kecanduan zat tertentu. Anak mungkin menunjukkan gejala:

  • Nafsu makan yang tidak terkendali, terutama terhadap makanan manis.
  • Keinginan kuat untuk terus mengonsumsi gula.
  • Gejala "putus zat", seperti mudah marah atau lemas jika tidak mendapat asupan gula.

Kondisi ini terjadi karena gula yang masuk ke tubuh akan memengaruhi otak. Saat gula dikonsumsi, kadar gula darah meningkat dengan cepat, memicu pelepasan hormon dopamin dan insulin.

Dopamin menciptakan rasa senang, sementara insulin menurunkan gula darah kembali.

Namun, penurunan gula darah yang cepat ini justru memicu keinginan untuk mengonsumsi lebih banyak gula, menciptakan siklus ketergantungan.

Paparan gula dalam jumlah berlebih secara terus-menerus juga dapat merusak kemampuan regulasi diri anak, sehingga mereka sulit mengontrol keinginan makan makanan manis.

Jenis-Jenis Gula yang Harus Diketahui

1. Gula Alami

  • Terdapat dalam buah-buahan, susu, dan sayuran.
  • Biasanya disertai nutrisi penting seperti vitamin, mineral, dan serat.

2. Gula Tambahan

  • Gula yang ditambahkan selama proses produksi makanan dan minuman. Contoh: gula pasir (sukrosa), fruktosa, glukosa.

Baca Juga: Sama-Sama Gula, Kenali Beda Sukrosa dan Laktosa pada Susu Kemasan

3. Gula Bebas

  • Total gula tambahan dalam makanan atau minuman, seperti dalam soda, yogurt rasa buah, dan sereal manis.

Mengenali Gula Tersembunyi dalam Produk Makanan-Minuman

Gula tambahan sering kali tersembunyi di balik nama lain pada label makanan, seperti sukrosa, fruktosa, dekstrosa, sirup jagung tinggi fruktosa, atau jus buah terkonsentrasi.

Untuk menghindarinya, penting memeriksa label kemasan:

  • Lihat jumlah "total sugars" dan "added sugars" pada informasi gizi.
  • Hindari produk dengan kandungan gula tinggi meskipun diklaim "sehat".

Cek Konsumsi Gula Anak

IDAI menyarankan orang tua untuk mengevaluasi konsumsi gula anak dengan memperhatikan asupan hariannya, seperti:

  • Minuman manis: jus buah kemasan, susu rasa coklat, atau soda.
  • Cemilan manis yang sering dibeli di sekolah.

"Sebenarnya kita bisa lihat dari konsumsi minuman anak setiap harinya," ungkap Dr. Siska.

"Kita bisa evaluasi tadi beli apa di sekolah, tadi jajan apa, misalnya. Misalnya dia bilang 'saya beli jus buah ini, saya beli jus kotak, susu rasa coklat'," imbuhnya.

"Dari yang mereka konsumsi sehari-hari kita bisa menilai bahwa oh anak saya gulanya berlebih," kata Dr. Siska lagi.

Baca Juga: Waspadai Gula Tersembunyi, Ini 5 Cara Mengurangi Asupan Gula pada Anak

Batas aman konsumsi gula harian anak usia 5 tahun, misalnya, adalah maksimal 5 sendok teh per hari.

Jika konsumsi gula melebihi batas tersebut, anak berisiko mengalami efek buruk dari gula berlebih.

Kapan Harus Berkonsultasi ke Dokter?

Rekomendasi skrining diabetes pada anak mulai dilakukan sejak usia 10 tahun atau setelah pubertas, terutama jika:

  • Anak memiliki indeks massa tubuh (IMT) di atas persentil 85.
  • Orang tua memiliki riwayat obesitas atau diabetes.

Jika tidak ada tanda-tanda obesitas tetapi orang tua khawatir dengan status kesehatan anak, pemeriksaan ke dokter tetap dianjurkan untuk mengevaluasi berat badan, tinggi badan, dan status nutrisi.

"Kalau tidak ada tanda-tanda obesitas tetap harus diperiksakan ke dokter untuk dilihat berapa indeks masa tubuhnya," terang Dr. Siska.

"Nanti akan diukur berat badan, tinggi badan, kemudian akan dilihat bagaimana status nutrisinya. Kalau misalnya khawatir, sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter," tutupnya.

Konsumsi gula berlebih pada anak dapat menimbulkan dampak serius, termasuk risiko obesitas, diabetes, dan gangguan pola makan.

Orang tua diharapkan lebih cermat dalam memantau konsumsi gula harian anak, mengenali sumber gula tersembunyi, dan segera berkonsultasi dengan dokter jika diperlukan.

Dengan langkah pencegahan yang tepat, kesehatan anak dapat terjaga lebih baik untuk masa depan.

Baca Juga: Ibu Perlu Tahu 5 Cara Efektif Mengontrol Asupan Makanan Manis Anak

(*)

Sumber: liputan
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Mengapa Kotak Kosong Hanya Diterapkan pada Calon Tunggal di Pilkada 2024?