5 Langkah Utama Cegah Diskriminasi terhadap Perempuan Difabel

Tim Parapuan - Kamis, 28 November 2024
Langkah mencegah diskriminasi terhadap perempuan difabel.
Langkah mencegah diskriminasi terhadap perempuan difabel. (iStock)

Parapuan.co - Perempuan penyandang disabilitas sering kali menghadapi tantangan yang tak kasat mata di balik kesibukan dan hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari.

Meski dunia terus bergerak maju dengan berbagai inovasi dan kebijakan, perempuan dengan disabilitas masih kerap terpinggirkan dari percakapan tentang kesetaraan.

Melansir dari unwomen.org, sekitar 16 persen populasi dunia hidup dengan disabilitas, termasuk lebih dari 700 juta perempuan dan anak perempuan.

Meskipun kemajuan telah dicapai sejak Deklarasi dan Platform Aksi Beijing 1995, perempuan penyandang disabilitas masih menghadapi diskriminasi.

Termasuk risiko kekerasan yang lebih tinggi, hambatan pendidikan dan pekerjaan, serta terbatasnya partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Penelitian terbaru dari UN Women yang bekerja sama dengan Dana Perwalian PBB untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan disabilitas, terdapat lima strategi utama yang disorot, di antaranya:

1. Pentingnya Mendengar dan Melibatkan Perempuan dengan Disabilitas

Kawan Puan, perempuan difabel sering kali tidak dilibatkan dalam kebijakan yang memengaruhi mereka.

Padahal, melibatkan mereka secara langsung adalah kunci untuk menciptakan kebijakan yang efektif dan inklusif.

Baca Juga: Disebut Disabilitas Tidak Terlihat, Perempuan Bekerja Perlu Tahu Implikasi Migrain di Tempat Kerja

 

Dengan menempatkan perempuan dan anak perempuan sebagai pusat perancangan, implementasi, dan pemantauan kebijakan yang bertujuan menghapuskan kekerasan terhadap penyandang disabilitas, pembuat kebijakan akan dapat memastikan bahwa program ini efektif dan menjangkau mereka yang membutuhkan.

Langkah ini juga penting untuk mengatasi stereotip bahwa perempuan difabel tidak mampu membuat keputusan atau berpartisipasi dalam masyarakat.

2. Melawan Stereotip yang Merugikan

Stigma sosial yang menggambarkan perempuan difabel sebagai pasif atau tidak berdaya harus dihapuskan.

Slogan gerakan hak disabilitas seperti "tidak ada tentang kami tanpa kami," menggambarkan pentingnya representasi langsung dari mereka dalam setiap keputusan.

Bahkan organisasi yang berupaya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan mungkin tidak menyadari sikap dan asumsi mendasar dalam pekerjaan mereka yang merugikan perempuan dan anak perempuan difabel.

Kesalahpahaman yang mengakar tentang kepasifan, ketidakmampuan, ketergantungan, serta ketidakberdayaan dapat bersinggungan dengan norma sosial tentang perempuan dan anak perempuan, sehingga menciptakan lingkaran setan pengucilan.

Baca Juga: 30 Perguruan Tinggi Luar Negeri Tujuan LPDP 2024 untuk Penyandang Disabilitas

3. Mengatasi Akar Penyebab Kekerasan

Isolasi sosial dan stigma sering menjadi akar kekerasan berbasis gender terhadap penyandang disabilitas.

Pemerintah, pengusaha, dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk organisasi penyandang disabilitas harus memastikan bahwa penyandang disabilitas tidak dipisahkan dari masyarakat.

Baik sebagai pelajar, pekerja, atau lansia, perempuan dan anak perempuan difabel harus terintegrasi ke dalam masyarakat tempat mereka tinggal.

4. Kemitraan untuk Inklusi

Perlu adanya kerja sama antara pemerintah, organisasi penyandang disabilitas, dan lembaga swadaya masyarakat.

Hal ini menjadi penting untuk memastikan bahwa layanan yang disediakan relevan dengan kebutuhan perempuan penyandang disabilitas.

5. Program Responsif terhadap Kebutuhan Khusus

Kebijakan dan program harus dirancang untuk menjawab kebutuhan unik perempuan difabel, termasuk dalam mengatasi beban tanggung jawab perawatan yang tidak dibayar.

Baca Juga: Ledia Hanifa Amaliah, Srikandi untuk Negeri yang Perjuangkan Hak Disabilitas dari Kursi Dewan

Undang-undang tentang perawatan dan semua topik lainnya harus ditinjau ulang untuk memastikan bahwa hak-hak penuh penyandang disabilitas diakui.

Undang-undang harus mempertimbangkan pengalaman dan kebutuhan khusus perempuan penyandang disabilitas, dan menangani semua bentuk kekerasan yang mereka hadapi, seperti kekerasan fisik, seksual, psikologis, dan ekonomi.

Momentum 30 tahun Deklarasi Beijing menjadi peluang penting untuk memperkuat upaya mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan difabel.

Semua pihak, termasuk Kawan Puan, memiliki peran untuk memastikan bahwa mereka hidup bebas dari kekerasan dan diskriminasi.

Kawan Puan yang mengetahui adanya kekerasan di sekitar mereka dapat melaporkannya melalui layanan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) di nomor 129 atau WhatsApp di 08-111-129-129.

Layanan ini disediakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

(*)

Ken Devina

Sumber: unwomen.org
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri


REKOMENDASI HARI INI

5 Langkah Utama Cegah Diskriminasi terhadap Perempuan Difabel