Parapuan.co - Kawan Puan, beberapa waktu lalu sempat jadi tren di media sosial tentang marriage is scary yang langsung menuai banyak komentar.
Dari tren di media sosial tersebut, banyak perempuan yang menggunakan tagar "marriage is scary" dan mengungkapkan alasan mereka untuk takut menikah.
Di antara alasan-alasan tersebut adalah sebagaimana dikutip PARAPUAN via Kompas.com di bawah ini:
- "Marriage is scary, bayangin nanti suami lo gabisa belain lo didepan keluarganya."
- "Nikah tuh nakutin ga si? gimana kalo dia baiknya pas pacaran doang, pas udah nikah malah suka main tangan."
- "Marriage is scary, bayangin gabisa istirahat krn suami lo gamau gantian ngasuh anak."
Selain berbagai komentar di atas, masih banyak lagi versi marriage is scary dari pengguna Twitter, Instagram, bahkan TikTok dan media sosial lainnya.
Namun, Widya Nayati Kepala Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada (UGM), menyebutkan bahwa faktor pendorong dari semua ketakutan perempuan untuk menikah adalah budaya patriarki.
"Laki-laki masih pada zona nyaman, patriarki masih ada. Zona nyamannya ini loh yang belum berubah, yang perempuan sudah berubah," papar Widya dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Perempuan Lebih Banyak Mengajukan Cerai Dibandingkan Laki-Laki, Kenapa?
Perubahan pada perempuan menurut Widya ada pada, "Kenyataannya bisa nyetir, bekerja, punya uang sendiri dengan pendidikan yang ada."
Ada berbagai ketakutan akan menikah yang dirasakan perempuan, yang didorong oleh faktor patriarki.
Penulis sendiri mempunyai teman dan kolega yang juga merasakan ketakutan serupa, dengan alasan yang berbeda-beda, yaitu:
1. Perempuan Fokus pada Karier
Perempuan yang takut menikah karena ingin fokus pada karier, khawatir jika pasangannya kelak memintanya untuk tinggal di rumah dan tidak perlu bekerja di sektor formal.
Padahal, perempuan yang jadi ibu rumah tangga kerap dituntut untuk bisa membantu perekonomian keluarga.
Inilah kiranya yang membuat marriage is scary versi perempuan yang sedang fokus untuk senantiasa meningkatkan kariernya.
2. Khawatir pada Kekerasan dalam Rumah Tangga
Isu tentang KDRT membuat kekhawatiran perempuan untuk menikah semakin meningkat.
Baca Juga: Selain Kekerasan Fisik, Ini Jenis KDRT yang Jarang Disadari Perempuan
Ini karena adanya perbedaan sudut pandang tentang kategori kekerasan antara laki-laki dan perempuan.
Laki-laki mungkin melihat kekerasan adalah jika terjadi pemukulan atau penganiayaan fisik.
Sedangkan kenyataannya menurut UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga terdapat 4 jenis KDRT yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis, penelantaran rumah tangga, dan kekerasan seksual.
Di dalamnya mencakup tindakan seperti pelecehan verbal seperti menghina, tidak memberikan nafkah lahir batin, dan masih banyak lainnya.
3. Khawatir Pasangan Tidak Paham Prioritas
Alasan lain, yaitu perempuan khawatir jika suaminya kelak tidak mampu membagi prioritasnya.
Sering kali kita dapati kasus seorang istri tidak punya hubungan baik dengan mertua perempuan, yang bisa saja dipengaruhi oleh perilaku suami kepada keduanya.
4. Kesetaraan Gender
Faktor lainnya yang dipengaruhi oleh patriarki adalah pandangan laki-laki dan perempuan yang berbeda dalam hal kesetaraan gender.
Bila kesetaraan gender terwujud dalam kehidupan rumah tangga, maka semua hal termasuk soal pekerjaan domestik (menyapu, mencuci, memasak, mengasuh anak, dll) dikerjakan bersama-sama secara bergantian dan sesuai kesepakatan.
Apabila itu tidak terjadi dan perempuan menanggung semuanya sendirian, maka kesetaraan gender dalam rumah tangga mungkin belum terwujud.
Baca Juga: Menghapus Stereotip Gender di Rumah Tangga: Siapa Bilang Ibu Harus Selalu Memasak?
(*)