Parapuan.co - HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
Virus ini dapat melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi dan penyakit.
Sementara itu, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir.
Ketika seseorang mengalami AIDS, tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.
Lantas bagaimana cara kita mendeteksi dini HIV, terutama pada perempuan hamil?
Pasalnya, menurut Kemenkes, HIV pada perempuan hamil dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan.
Misalnya, preklamsia yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urin. Atau risiko lainnya seperti keguguran dan melahirkan prematur.
Selain berdampak buruk pada ibu, HIV juga memengaruhi janin yang dikandungnya.
Bayi memiliki risiko lebih tinggi tertular, membuatnya rentan terhadap infeksi virus dan bakteri penyakit yang dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang bahkan kematian.
Baca Juga: Ibu Rumah Tangga Paling Rentan Tersebar AIDS: Fakta dan Pencegahan
Bayi yang terinfeksi HIV juga berisiko tinggi lahir dengan berat badan lahir rendah, serta mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya.
Oleh karenanya, penting untuk melakukan deteksi dini HIV pada perempuan hamil.
Karena perempuan hamil yang menderita HIV memerlukan perawatan khusus untuk menangani infeksinya, serta mengurangi risiko penularan pada bayi.
Pentingnya Dekteksi Dini HIV Perempuan Hamil
Pemeriksaan HIV pada ibu hamil harus dilakukan sejak awal kehamilan untuk menentukan status HIV. Bbiasanya dilakukan pada trimester pertama kehamilan, dan bukan merupakan bagian dari medical check up pada umumnya.
Jika status HIV ibu hamil negatif tapi memiliki risiko penularan yang tinggi, maka dapat dilakukan pemeriksaan ulang pada trimester ketiga.
Yang dimaksud dengan risiko penularan tinggi adalah memiliki pasangan yang menderita HIV, atau memiliki riwayat risiko tinggi, seperti melakukan hubungan seksual tidak aman atau pengguna narkoba suntik.
Tes HIV tambahan dapat dilakukan untuk memastikan ibu benar-benar terbebas dari infeksi HIV pada awal kehamilan.
Baca Juga: Hari AIDS Sedunia, Ini Perbedaan PEP, PrEP, dan ARV untuk Pengobatan HIV
Namun, jika status HIV ibu hamil positif, langkah-langkah perawatan yang tepat dan pengobatan harus segera dimulai untuk meminimalisir risiko penularan pada bayi.
Berbagai jenis skrining HIV yang umum dilakukan, antara lain:
Tes Antibodi
Tes ini untuk mendeteksi kadar antibodi dalam tubuh sebagai respons terhadap infeksi HIV.
Tes ini harus dilakukan dalam waktu 3-12 minggu agar jumlah antibodi dalam darah cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.
Tes Antigen
Tujuannya untuk mendeteksi kadar protein P24 yang merupakan bagian dari virus HIV. P24 biasanya diproduksi dalam tubuh 2-6 minggu setelah terinfeksi virus HIV.
Jika hasil tes HIV menunjukkan ibu hamil positif HIV, maka pengobatan dengan terapi obat antiretroviral (ARV) harus segera dimulai.
Tujuannya adalah menurunkan kadar virus HIV dalam tubuh ibu untuk meningkatkan daya tahan tubuh dalam melawan infeksi HIV, serta meminimalkan risiko penularan pada bayi.
Namun, pilihan pengobatan ARV harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi ibu hamil.
Baca Juga: Selain melalui Hubungan Intim, Ternyata Begini Cara Penularan HIV/AIDS
(*)