Parapuan.co - Kawan Puan, tahukah kamu kalau Indonesia telah mengalami 12 kali pergantian kurikulum?
Terbaru, sistem pendidikan di Indonesia menerapkan Kurikulum Merdeka yang digagas Nadiem Makarim saat menjabat Menteri Pendidikan.
Perubahan kurikulum di Indonesia ini rupanya menjadi perhatian Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Bachtiar Syaiful Bachri.
Dikutip dari Kompas.com, Bachtiar Syaiful Bachri menilai bahwa pergantian kurikulum adalah keniscayaan untuk menyesuaikan dengan perubahan zaman.
"Kurikulum merupakan elemen kunci yang menentukan kesuksesan pelaksanaan pendidikan," kata Bachtiar.
"Karena itu, kurikulum yang dikembangkan harus mampu menyiapkan dan memproyeksikan generasi yang siap menghadapi tantangan di masa depan," imbuhnya.
Ia menegaskan bahwa kurikulum yang efektif harus memberikan siswa empat kompetensi plus dua, yaitu:
- Critical Thinking (Berpikir Kritis)
- Creativity (Kreativitas)
- Collaboration (Kolaborasi)
- Communication (Komunikasi)
- Character (Karakter)
- Citizenship (Kewarganegaraan)
Lima Aspek Utama dalam Pengembangan Kurikulum
Bachtiar juga menjabarkan lima aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum agar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional:
Baca Juga: 3 Tantangan yang Dihadapi Guru dalam Penerapan Kurikulum Merdeka
1. Aspek Tujuan
Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
Tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi pribadi yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.
2. Aspek Orientasi
Berikutnya, yaitu aspek orientasi, di mana sebuah kurikulum harus memiliki tiga orientasi utama:
- Transmisi, untuk transfer ilmu dan nilai dari guru ke siswa.
- Transaksi, yang mendorong interaksi dan berpikir kritis.
- Transformasi, untuk perubahan pribadi, sosial, dan pemberdayaan siswa.
3. Aspek Prinsip
Baca Juga: Mendikdasmen Canangkan Deep Learning, Pengganti Kurikulum Merdeka
Bachtiar menyebutkan lima prinsip penting dalam pengembangan kurikulum, antara lain:
- Relevansi, kesesuaian dengan perkembangan zaman.
- Fleksibilitas, kemampuan kurikulum merespons perubahan.
- Kontinuitas, kesinambungan antar jenjang pendidikan.
- Efektivitas, pengoptimalan kemampuan siswa.
- Efisiensi, penggunaan komponen pendukung yang tepat.
"Perlu kontinuitas, kesinambungan antara isi, waktu, jenjang (desain menyeluruh)," ungkap Bachtiar lagi.
"Lalu efektivitas, keberhasilan proses pembelajaran dalam mengoptimalkan kemampuan siswa (pengendalian mutu)," jelasnya.
4. Model Konsep
Yang keempat, yakni model konsep, di mana kurikulum dikembangkan berdasarkan beberapa model konsep:
- Subjek Akademik, menekankan penguasaan mata pelajaran.
- Humanistik, mengutamakan proses belajar mengajar.
- Rekonstruksi Sosial, mempersiapkan siswa menghadapi dunia kerja.
- Teknologis/Kompetensi, mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan teknologi.
Baca Juga: Zonasi hingga Kurikulum Merdeka, Kemendikdasmen Segera Putuskan 8 Isu Krusial Ini
5. Aspek Tantangan
Terakhir, yaitu aspek tantangan yang tentu saja dihadapi setiap ada perubahan zaman.
Artinya, kurikulum baru harus membekali siswa dengan kompetensi yang relevan untuk masa kini dan masa depan.
Bachtiar menekankan bahwa kelima aspek ini bukan untuk dibandingkan, melainkan untuk diintegrasikan secara harmonis sesuai situasi, kondisi, dan tujuan pendidikan nasional.
"Kurikulum yang dikembangkan harus bisa membekali peserta didik sejumlah kompetensi yang dibutuhkan sekarang dan ke depan," pungkasnya.
Dengan kurikulum yang adaptif dan strategis, diharapkan generasi mendatang mampu menghadapi tantangan global dan berkontribusi bagi bangsa.
Demikian informasi mengenai dinamika dan tantangan dari kurikulum pendidikan.
Kiranya, hal ini bisa dijadikan rekomendasi bagi pembuat kebijakan untuk menyajikan kurikulum yang mencakup aspek-aspek di atas.
Baca Juga: Mengenal Sistem Pendidikan di Finlandia, Apa Bedanya dengan Kurikulum Cambridge?
(*)