Namun, di antara banyaknya temuan kasus yang ditelusuri Jakarta Feminist melalui media berita daring, masih sangat sedikit informasi detail terkait motif pembunuhan terhadap perempuan.
Boleh jadi, penyebabnya ialah karena media tidak mendapatkan detail yang diinginkan terkait kasus femisida, baik dari pihak berwenang maupun keluarga korban.
"Media kurang memberikan informasi detail terkait femisida, misalnya motif, atau memang tidak mendapat kejelasan terkait motif dari sumber kepolisian, keluarga, atau aparat penegak hukum lainnya," ungkap Khofi.
Informasi ini penting untuk menyebarkan bahwa femisida bukan pembunuhan biasa terhadap perempuan, sehingga penangannya pun dapat dilakukan secara serius dan menyeluruh.
Dari temuan kasus femisida di Indonesia yang dikumpulkan Jakarta Feminist, berikut fakta-fakta yang diperoleh.
1. Pada tahun 2023, tim menemukan 145 kasus femisida dengan 145 korban cis-puan (individu yang identitas dan ekspresi gendernya sesuai dengan jenis kelamin biologis, dalam hal ini perempuan tulen).
Kemudian, 6 kasus femisida dengan korban transpuan, 12 kasus pembunuhan anak perempuan, dan 17 kasus tindak kriminal dengan korban perempuan.
2. Kasus pembunuhan terbanyak (42 persen) terjadi di pulau Jawa, dengan jumlah kasus terbanyak dilakukan di Jawa Timur (24 kasus), Jawa Barat (22 kasus), dan Jawa Tengah (16 kasus).
Terdapat 3 provinsi yang tidak ditemukan pemberitaan femisida, diantaranya adalah Gorontalo, Papua Selatan, dan Sulawesi Tenggara.