Baca Juga: Menguak Fenomena Femisida, Komnas Perempuan Ungkap Siapa yang Rentan Jadi Korban
3. Dalam kelompok korban, 32 persen korban merupakan perempuan direntang usia 26-40 tahun.
4. Dalam kelompok pelaku, 94 persen pelaku berjenis kelamin laki-laki, dan 36 persen pelaku berada dalam rentang usia 26-40 tahun.
5. Sebanyak 13 persen korban memiliki relasi keluarga dengan pelaku.
Para korban dalam relasi ini adalah anak-ibu, kakak-adik, dan saudara keluarga lain (menantu, mertua, ipar, keponakan, sepupu, dsb).
6. Perempuan yang memiliki relasi intim dengan pelaku menjadi korban paling banyak dalam kasus femisida (37 persen).
Mereka adalah istri, pacar selingkuhan, kekasih gelap, mantan, dan teman kencan.
7. Selain itu, beberapa korban adalah orang-orang yang memiliki hubungan non-personal dengan pelaku (25 persen) seperti tetangga, teman, pekerja seks, teman kerja, pelajar, dsb.
8. Kasus pembunuhan yang kami temukan sebagian besar terjadi di luar area rumah korban (52 persen).
9. Motif pembunuhan dari kasus-kasus ini sebagian besar terjadi karena adanya problem komunikasi.
Baca Juga: 5 Fakta Mencengangkan tentang Pembunuhan Perempuan di Seluruh Dunia
Mirisnya, ada dua kasus di mana korban dibunuh karena pelaku justru tidak terlibat masalah dengan yang bersangkutan, melainkan kesal karena dimarahi dan cekcok dengan suami dan ayah dari korban.
10. Cara pembunuhan kasus-kasus yang dikumpulkan Jakarta Feminist sebagian besar menggunakan tenaga fisik (30 persen), senjata tajam (32 persen), dan menggunakan benda sekitar (26 persen).
Namun, ada beberapa kasus yang menggunakan lebih dari satu cara membunuh seperti dipukul oleh benda sekitar, dicekik, dan ditusuk senjata tajam.
11. Perlakuan terhadap jenazah korban oleh pelaku sebanyak 69 persen ditinggalkan di TKP; 11 persen dibuang di daratan seperti kebun, persawahan, bangunan kosong, pinggir jalan, gorong-gorong; dan 6 persen dibuang di perairan saperti sungai, pantai, muara, sumur.
12. Sebagian besar pelaku dinyatakan telah tertangkap (99 persem) dan teridentifikasi (92 persen).
Akan tetapi, hanya (38 persen) yang mendapatkan jeratan hukum berdasarkan pemberitaan online yang ada.
Pemberian media tidak mencantumkan ancaman maupun putusan hukum yang diterima pelaku.
Sayangnya, Jakarta Feminist juga mendapati satu kasus femisida yang pelaku divonis bebas di pengadilan.
Ada banyak pasal perundang-undangan jeratan hukum terhadap pelaku femisida. Namun, keputusan untuk menggunakan pasal yang paling masuk akal dengan temuan kasus femisida tetap menjadi tanggung jawab penegak hukum.
Semoga saja penegak hukum semakin tegas terhadap pelaku kekerasan berbasis gender, khususnya femisida.
Baca Juga: Bernadya Diduga Jadi Korban KBGO, Ini Jerat Hukum untuk Pelaku
(*)