Pemenuhan Hak Kesehatan Tanpa Stigma pada Perempuan dengan HIV/AIDS

Arintha Widya - Jumat, 6 Desember 2024
Memastikan Pemenuhan Hak Kesehatan Tanpa Stigma pada Perempuan dengan HIV dan AIDS
Memastikan Pemenuhan Hak Kesehatan Tanpa Stigma pada Perempuan dengan HIV dan AIDS spukkato

Parapuan.co - Kawan Puan, hak atas kesehatan adalah hak asasi manusia yang harus dijamin untuk setiap individu, termasuk pada perempuan yang hidup dengan HIV dan AIDS.

Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), hak atas kesehatan mencakup sejumlah akses.

Yaitu akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, pendidikan, informasi, dan kesejahteraan ekonomi tanpa diskriminasi berdasarkan gender atau status kesehatan.

Dalam rangka Hari AIDS Sedunia 2024 dengan tema "Take The Rights Path: My Health, My Rights" dan tema nasional
Hak Setara untuk Semua, Bersama Kita Bisa", Komnas Perempuan menekankan pentingnya memberikan hak setara kepada semua orang yang hidup dengan HIV dan AIDS, termasuk perempuan korban kekerasan.

Hal tersebut disampaikan Komnas Perempuan melalui siaran pers sebagaimana dirangkum PARAPUAN di bawah ini:

Menghapus Stigma dan Diskriminasi

Pemenuhan hak kesehatan bagi perempuan dengan HIV/AIDS menghadapi tantangan besar berupa stigma dan diskriminasi.

Theresia Iswarini, Komisioner Komnas Perempuan, menyatakan, "Pemenuhan hak atas kesehatan bagi orang dengan HIV dan AIDS, terutama perempuan, haruslah dibarengi dengan upaya menghapus stigma, diskriminasi, dan ketidaksetaraan, sehingga menciptakan layanan dan penanganan kesehatan yang inklusif."

"Upaya tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab negara untuk memenuhi hak-hak warganya sebagaimana janji konstitusi kita," tambah Theresia Iswarini.

Baca Juga: Berbagai Tanda dan Gejala HIV yang Sedang Dibahas Viral di TikTok

Stigma sering kali muncul akibat persepsi negatif masyarakat yang menganggap HIV/AIDS terkait dengan perilaku tidak bermoral, seperti hubungan seks berganti-ganti pasangan atau penggunaan narkoba suntik.

Hal ini berdampak pada diskriminasi di berbagai tingkat: keluarga, lingkungan sosial, hingga layanan kesehatan.

Lebih lanjut, Alimatul Qibtiyah, Komisioner Komnas Perempuan, menyoroti bahwa perempuan dengan HIV/AIDS menghadapi diskriminasi ganda.

"Perempuan mengalami stigmatisasi dari keluarga, teman, dan bahkan tenaga medis yang seharusnya memberikan perawatan dan dukungan yang pada akhirnya dapat menghalangi akses mereka ke perawatan medis yang memadai, dukungan sosial, dan pekerjaan," papar Alimatul.

Kerentanan Perempuan dengan HIV/AIDS

Data menunjukkan perempuan dengan HIV/AIDS memiliki kerentanan berlapis.

UNAIDS tahun 2019 melaporkan bahwa perempuan korban kekerasan 1,5 kali lebih rentan tertular HIV dari pasangannya.

Selain itu, National Plan of Action (NACA) mencatat perempuan dengan HIV/AIDS 4 kali lebih rentan mengalami kekerasan seksual dan 6 kali lebih rentan mengalami kekerasan fisik saat hamil.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2023) juga menunjukkan bahwa perempuan menikah dengan HIV lebih banyak menjadi korban kekerasan (32 orang), dibandingkan yang belum menikah (22 orang) atau cerai (8 orang).

Baca Juga: Selain melalui Hubungan Intim, Ternyata Begini Cara Penularan HIV/AIDS

Mirisnya lagi, pelaku kekerasan tersebut sebagian besar adalah suami, yang notabene orang terdekat perempuan menikah.

Solusi: Pendekatan Berbasis Hak

Satyawanti Mashudi, Komisioner Komnas Perempuan, menyebutkan pentingnya pendekatan berbasis hak untuk menghapus stigma terhadap perempuan dengan HIV/AIDS.

"Pendekatan berbasis hak merupakan langkah mendesak yang harus segera ditempuh oleh para pemangku kebijakan melalui layanan terintegrasi di setiap layanan kesehatan," ungkap Mashudi.

"Saat ini belum tersedia di semua wilayah bagi perempuan dan perempuan korban kekerasan yang hidup dengan HIV dan AIDS, karena memiliki kerentanan berlapis dan lapisan pemulihan yang lebih kompleks," katanya lagi.

Kebijakan yang Mendukung

Negara memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan layanan kesehatan bagi perempuan dengan HIV/AIDS.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa layanan HIV dan AIDS harus tersedia di layanan tingkat pertama, seperti puskesmas dan praktik mandiri tenaga medis.

Hal ini juga selaras dengan Rekomendasi Umum CEDAW Nomor 24, yang mewajibkan negara menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) melalui layanan kesehatan ibu hamil, termasuk untuk perempuan dengan HIV/AIDS.

Baca Juga: Hari AIDS Sedunia, Ini Perbedaan PEP, PrEP, dan ARV untuk Pengobatan HIV

Edukasi Publik: Kunci Pencegahan

Selain akses layanan kesehatan, edukasi publik menjadi komponen penting. Retty Ratnawati, Komisioner Komnas Perempuan, menegaskan:

"Selain layanan kesehatan berupa perawatan lanjutan, akses pada obat-obatan, edukasi kepada masyarakat juga harus intensif dilakukan baik di semua sektor karena masih terbatasnya pemahaman tentang HIV dan AIDS tersebut, seperti alur penularan sebagai ruang pencegahan sekaligus tanggung jawab bersama dengan bingkai hak asasi manusia."

Pemenuhan hak kesehatan bagi perempuan dengan HIV/AIDS membutuhkan upaya menyeluruh untuk menghapus stigma dan diskriminasi.

Dengan dukungan kebijakan yang inklusif, layanan kesehatan berkualitas, dan edukasi publik, perempuan dengan HIV/AIDS dapat menjalani hidup yang bermartabat dan setara.

Negara, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan perlu berkolaborasi untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi tanpa stigma.

Kiranya, apa yang disampaikan oleh komisioner Komnas Perempuan menjadi pelajaran agar kita tidak memberi label pada perempuan dengan HIV/AIDS.

Mereka sama seperti orang-orang dengan masalah kesehatan lainnya, yang juga membutuhkan pertolongan dan hak mendapatkan pengobatan.

Baca Juga: Ibu Rumah Tangga Paling Rentan Tersebar AIDS: Fakta dan Pencegahan

(*)

Sumber: Komnas Perempuan
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Tips Melawan Pelaku Catcalling Belajar dari Video Viral Perempuan Tegur Juru Parkir