Parapuan.co - Kawan Puan, di tengah perjuangan panjang perempuan Iran untuk mendapatkan hak mereka, ada satu keputusan pemerintah yang menciptakan kekhawatiran besar.
Melansir dari amnesty.org, pada 13 Desember 2024, Iran memberlakukan undang-undang baru yang mengancam kebebasan perempuan.
Undang-undang ini dikenal sebagai Undang-Undang Perlindungan Keluarga melalui Promosi Budaya Kesucian dan Hijab.
Hal ini telah menambah daftar kebijakan represif yang semakin membatasi kebebasan perempuan di negara tersebut.
Kebijakan ini tidak hanya mengatur kewajiban perempuan mengenakan jilbab, tetapi juga memberikan hukuman berat bagi mereka yang melanggar peraturan tersebut.
Menjaga Tradisi atau Menindas Kebebasan?
Setelah kematian Jina Mahsa Amini pada 2022, yang tewas dalam tahanan polisi karena tidak mengenakan jilbab dengan benar, gelombang protes besar-besaran pun bergulir di Iran.
Pemerintah Iran sepertinya tidak terpengaruh oleh gelombang protes tersebut, malah memperkenalkan undang-undang yang semakin memperburuk penindasan terhadap perempuan.
Undang-undang baru ini memperkenalkan hukuman berat bagi perempuan yang melawan kewajiban jilbab, termasuk hukuman mati, cambuk, hingga penjara.
Baca Juga: Para Ahli PBB Desak Prancis Hentikan Larangan Hijab dalam Olahraga
Undang-undang ini mengkriminalisasi dan memberikan hukuman berat bagi "ketelanjangan, ketidaksenonohan, tidak mengenakan jilbab, dan berpakaian buruk (bad poosheshi)".
Undang-undang ini mengartikan "menyingkap" sebagai tindakan perempuan dan anak perempuan yang tidak menutupi kepala mereka dengan jilbab, chador, atau kerudung (Pasal 50). Jika melawan, hukuman mati ancamannya.
Tidak hanya itu, mereka yang mengirimkan video tanpa jilbab kepada publik internasional juga berisiko menghadapi hukuman yang setara.
Denda, Penjara, dan Kekerasan Fisik
Pelanggaran terhadap kewajiban jilbab kini menjadi masalah hukum serius.
Pelanggar dapat dikenakan denda hingga ribuan dolar, hukuman penjara yang lama, bahkan larangan bepergian selama dua tahun.
Namun, yang paling menakutkan adalah dampak kekerasan yang bisa dilakukan oleh masyarakat atau aparat negara terhadap perempuan yang melawan aturan ini.
Mereka yang menentang kewajiban jilbab bahkan dapat diserang secara fisik tanpa takut dihukum, karena mereka dianggap sebagai "pelanggar budaya".
Mengancam Kesejahteraan Perempuan Miskin
Baca Juga: Inspirasi Gaya Hijab ala Lesti Kejora yang Simple dan Fashionable
Tentu saja, undang-undang ini tidak hanya menjadi masalah hukum, tetapi juga masalah ekonomi.
Bagi perempuan dengan kondisi ekonomi yang lebih rendah, denda besar dan hukuman penjara merupakan beban yang hampir tak tertanggungkan.
Banyak dari mereka yang tidak mampu membayar denda atau memenuhi kewajiban lainnya, dan akhirnya terjerat dalam sistem hukum yang menindas.
Dunia Internasional Tanggapi Keras
Tak hanya di dalam negeri, undang-undang ini juga memantik reaksi keras dari dunia internasional.
Amnesty International dan berbagai organisasi hak asasi manusia mengecam keras keputusan pemerintah Iran ini.
Mereka menyerukan agar Iran segera mencabut peraturan yang jelas-jelas melanggar hak asasi manusia perempuan.
PBB juga telah menyatakan keprihatinannya, menganggap kebijakan ini sebagai bentuk penganiayaan sistematis terhadap perempuan.
Laporan yang dikeluarkan PBB menyebutkan bahwa pemerintah Iran harus bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi yang terjadi.
Terutama dalam hal kebebasan berekspresi dan hak untuk menentukan pilihan dalam hidup.
Di balik setiap peraturan yang tampaknya "untuk kebaikan bersama", sering kali ada cerita-cerita pilu yang disembunyikan.
Sebagai perempuan, kita harus tetap bersuara dan mendukung sesama perempuan yang terzalimi di seluruh dunia.
Baca Juga: Artis Soraya Larasati Beri Tips Memilih Hijab untuk Olahraga
(*)
Ken Devina