"Kita harus berhati-hati dengan narasi cemburu yang sering kali digunakan untuk menjustifikasi tindakan pelaku dan menempatkan korban sebagai pemicu. Apa pun alasannya, tidak ada pembenaran untuk menyakiti, apalagi membunuh orang lain," ujarnya lagi.
Isu Penting dan Tantangan Femisida
Pemantauan tahun ini juga menemukan beberapa isu penting yang memerlukan penelitian lebih lanjut, seperti femisida terhadap perempuan lansia, perempuan yang dilacurkan, lilitan utang pinjol, dan beban berlapis istri dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Selain itu, data menunjukkan bahwa pengaduan kasus femisida kepada organisasi layanan atau lembaga HAM masih sangat minim, sehingga media massa menjadi sumber utama dokumentasi kasus.
Komisioner Rainy Hutabarat menyoroti bahwa pemberitaan media massa mengenai pembunuhan perempuan sering kali masih bias dan kurang berperspektif gender.
"Relasi kuasa antara pelaku dan korban kurang digali, dan kasus femisida jarang dikonstruksi dalam kerangka gender. Padahal, pemberitaan media massa memiliki peran penting dalam pengawalan kasus," jelas Rainy.
Prakarsa Baru untuk Femisida
Komnas Perempuan mencatat perkembangan positif pada 2024, termasuk penerimaan istilah femisida oleh publik dan media, serta berbagai kampanye dan penelitian terkait.
Dalam penanganan kasus, terdapat inisiatif pengajuan restitusi bagi keluarga korban di Surabaya serta amicus curiae dari LBH Bandung dan LBH Fahmina dalam kasus di Kuningan.
Baca Juga: 5 Fakta Mencengangkan tentang Pembunuhan Perempuan di Seluruh Dunia