BRI Diduga Terkena Ransomware, Kenapa Bank Jadi Target Utama Kejahatan Digital?

Arintha Widya - Kamis, 19 Desember 2024
Kenapa bank jadi target utama kejahatan digital? (Gresik, Indonesia - August 23, 2024: BANK BRI branch)
Kenapa bank jadi target utama kejahatan digital? (Gresik, Indonesia - August 23, 2024: BANK BRI branch) Fito nurhafiza

Parapuan.co - Kawan Puan, baru-baru ini nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dibuat gelisah dengan isu keamanan digital ransomware.

BRI diduga terkena ransomware hingga tersiar kabar kebocoran data nasabah. Terkait hal ini, pihak BRI langsung memberi klarifikasi.

Melalui akun media sosial Instagram resmi, BRI menyatakan bahwa sistem dan transaksi bank berjalan normal dan keamanan data terjaga.

Adapun pernyataan resmi dari pihak BRI disampaikan oleh Arga M. Nugraha, Direktur Digital dan IT BRI seperti dikutip PARAPUAN!

Yth. Nasabah BRI. Sehubungan dengan beredarnya informasi mengenai kebocoran data BRI, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

  • Kami memastikan bahwa saat ini data maupun dana nasabah aman. Seluruh sistem perbankan BRI berjalan normal dan layanan transaksi kami dapat beroperasi dengan lancar.
  • Nasabah tetap dapat menggunakan seluruh sistem layanan perbankan BRI, termasuk perbankan digital seperti BRImo, QLola, ATM/CRM, dan layanan BRI lainnya seperti biasa dengan keamanan data yang terjaga.
  • BRI menegaskan bahwa sistem keamanan teknologi informasi yang dimiliki BRI telah memenuhi standar internasional dan terus diperbarui secara berkala untuk menghadapi berbagai potensi ancaman. Langkah-langkah proaktif dilakukan untuk memastikan bahwa informasi nasabah tetap terlindungi.

Berkaitan dengan isu ransomware BRI di atas, Kawan Puan mungkin penasaran mengapa perbankan menjadi target utama kejahatan digital.

Rupanya, berikut sejumlah alasan yang menjadikan bank atau lembaga keuangan menjadi target empuk kejahatan digital seperti melansir Synpulse

1. Nilai Data Keuangan yang Tinggi

Bank memiliki peran penting dalam melindungi data keuangan yang sensitif.

Baca Juga: Mengenal Phishing, Penipuan yang Bisa Menguras Data dan Uang Kita

Informasi seperti detail rekening nasabah, nomor kartu kredit, dan data identitas seperti nomor jaminan sosial menjadi aset yang sangat berharga di pasar gelap dan forum-forum di dark web.

Pada tahun 2022, lebih dari 17,5 juta nomor kartu kredit dilaporkan diperjualbelikan di platform ilegal.

Para pelaku kejahatan digital mengejar data ini untuk berbagai tujuan, seperti transaksi tanpa izin, pencurian identitas, dan penipuan keuangan.

Dengan potensi keuntungan finansial yang besar, tidak mengherankan jika bank sering menjadi target serangan.

Keamanan data nasabah yang lemah dapat mengakibatkan kerugian besar, baik bagi nasabah maupun institusi perbankan itu sendiri.

2. Keterkaitan Antar Sistem Perbankan

Sistem perbankan saling terhubung melalui berbagai saluran, seperti sistem pembayaran, kliring, dan penyedia layanan pihak ketiga.

Kompleksitas jaringan pihak ketiga ini memberikan celah bagi pelaku kejahatan untuk mengeksploitasi kerentanan pada vendor perangkat lunak atau penyedia sistem lainnya.

Serangan semacam ini dapat menyebar luas ke seluruh ekosistem keuangan.

Baca Juga: 5 Hal yang Bisa Dilakukan Nasabah jika Bank Terkena Ransomware seperti BSI

Sebagai contoh, serangan siber yang berhasil menargetkan vendor perangkat lunak dapat mengakibatkan gangguan transaksi, kompromi data keuangan, dan ketidakstabilan finansial secara luas.

Efek dari satu pelanggaran dapat menyebar melalui rantai pasokan, memengaruhi institusi keuangan dan pelanggan mereka.

3. Peluang untuk Mengeksploitasi Kesalahan Manusia

Menurut studi IBM atau International Business Machines Corporation, 95 persen pelanggaran keamanan siber disebabkan oleh kesalahan manusia.

Salah satu contohnya adalah kasus penipuan "Jamtara" di India, di mana sekelompok penjahat siber menyamar sebagai petugas layanan pelanggan dari bank ternama.

Mereka berhasil menipu korban untuk memberikan informasi pribadi dan keuangan, sehingga menyebabkan kerugian lebih dari 100.000 poundsterling atau setara Rp2,04 miliar.

Kesalahan manusia lainnya termasuk praktik umum penggunaan ulang nama pengguna dan kata sandi di berbagai platform.

Studi oleh SpyCloud pada tahun 2021 menemukan bahwa 70 persen pengguna yang terdampak pelanggaran data menggunakan kembali kata sandi mereka.

Perilaku ini memudahkan penjahat siber untuk mendapatkan akses tidak sah ke akun dan data keuangan sensitif.

Setelah berhasil masuk ke infrastruktur perbankan, pelaku dapat melakukan aktivitas berbahaya, seperti pencurian dana, transaksi tanpa izin, pencurian identitas, atau bahkan merusak sistem perbankan secara keseluruhan.

Maka itu, perbankan perlu memperkuat sistem keamanan digitalnya untuk mendapatkan kepercayaan nasabah.

Baca Juga: Tips Jaga Keamanan Bank agar Kasus Ransomware seperti BSI Tidak Terulang

(*)

Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

BRI Diduga Terkena Ransomware, Kenapa Bank Jadi Target Utama Kejahatan Digital?