Bisakah Penghapusan Presidential Threshold Tingkatkan Kesempatan Perempuan Jadi Presiden?

Arintha Widya - Jumat, 3 Januari 2025
Mungkinkah penghapuskan presidential threshold mampu meningkatkan kesempatan perempuan maju Pilpres?
Mungkinkah penghapuskan presidential threshold mampu meningkatkan kesempatan perempuan maju Pilpres? iStockphoto

Parapuan.co - Kawan Puan, Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini memutuskan untuk menghapus presidential threshold sebesar 20 persen.

Presidential threshold selama ini menjadi syarat minimal bagi partai atau gabungan partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden.

Sebelumnya, presidential threshold mengharuskan partai memiliki jumlah suara 20 persen di DPR agar dapat mendaftarkan pasangan calon ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Namun, MK memutuskan menghapus aturan tersebut setelah MK menerima dan mengabulkan permohonan gugatan atas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Melansir Kompas.com, gugatan tersebut diajukan oleh Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Suhartoyo, saat sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, seperti dilaporkan oleh Antara, Kamis (2/1/2025).

Alasan Penghapusan Presidential Threshold

MK menjelaskan bahwa aturan presidential threshold bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.

Selain itu, aturan ini dinilai melanggar moralitas, rasionalitas, serta asas keadilan yang nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945.

Baca Juga: Memahami Kekalahan Kamala Harris di Negara Kiblat Kesetaraan Gender

Wakil Ketua MK menyatakan, "Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold), berapa pun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945."

Selain itu, MK menyoroti bahwa sistem presidential threshold selama ini menyebabkan dominasi oleh partai politik tertentu dalam Pilpres, yang berakibat terbatasnya hak konstitusional pemilih untuk memperoleh pilihan pasangan calon yang memadai.

Bahkan, MK mengkhawatirkan kecenderungan hanya munculnya dua pasangan calon dalam Pilpres yang dapat memicu polarisasi tajam di masyarakat.

Dampak Terhadap Kesempatan Perempuan

Dengan dihapusnya presidential threshold, bisa dibilang bakal lebih banyak partai politik yang memiliki peluang untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden tanpa harus membentuk koalisi besar.

Hal ini membuka kemungkinan bagi munculnya lebih banyak calon alternatif, termasuk calon perempuan.

Selama ini, keterbatasan jumlah pasangan calon yang maju dalam Pilpres kerap menjadi hambatan bagi perempuan untuk tampil sebagai kandidat presiden.

Dominasi partai besar dan koalisi yang kuat sering kali hanya memberikan ruang bagi kandidat yang dianggap memiliki elektabilitas tinggi berdasarkan pertimbangan politik tradisional.

Dengan aturan baru ini, partai-partai yang lebih kecil memiliki kesempatan untuk mengusung calon presiden sendiri, sehingga perempuan yang memiliki rekam jejak baik di dunia politik dan pemerintahan bisa lebih mudah mencalonkan diri.

Baca Juga: Prihatin Komentar Seksis terhadap Perempuan di Pilkada 2024, Komnas Perempuan Lakukan Ini

Mengurangi Polarisasi dan Meningkatkan Kompetisi Sehat

Selain memberikan kesempatan lebih luas bagi perempuan, penghapusan presidential threshold juga diharapkan mampu mengurangi polarisasi politik.

Jika selama ini Pilpres hanya diikuti oleh dua pasangan calon, ke depannya diharapkan akan ada lebih banyak pilihan bagi pemilih, yang dapat meningkatkan kualitas demokrasi dan mengurangi risiko keterbelahan sosial.

MK menegaskan bahwa mempertahankan ambang batas ini akan memperbesar peluang terjadinya Pilpres dengan calon tunggal, seperti yang pernah terjadi dalam beberapa Pilkada.

Oleh karena itu, dengan memberikan peluang yang sama kepada semua partai, diharapkan proses politik dapat berlangsung lebih sehat dan kompetitif.

Tantangan ke Depan

Meski peluang lebih besar kini terbuka bagi perempuan dan calon dari latar belakang non-mainstream, tantangan masih tetap ada.

Partai politik perlu mengubah cara pandangnya terhadap pencalonan kandidat, dengan lebih mengedepankan kualitas dan kapabilitas daripada sekadar elektabilitas berdasarkan popularitas.

Selain itu, masyarakat juga perlu terus didorong untuk mendukung kandidat yang memiliki visi dan kompetensi, tanpa memandang gender.

Dalam jangka panjang, diharapkan keputusan MK ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap terciptanya iklim politik yang lebih inklusif dan adil bagi semua warga negara.

Penghapusan presidential threshold bukan hanya soal membuka jalan bagi lebih banyak calon, tetapi juga memperkuat kualitas demokrasi Indonesia.

Baca Juga: Bawaslu Inisiasi Revisi UU Pemilu Demi Kuota 30% Perempuan Benar-Benar Terealisasi

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Tanggal Baik untuk Menikah pada 2025 Menurut Feng Shui, Mana Pilihanmu?